JATIMTIMES - Mbah Jum adalah seorang tunanetra yang berprofesi sebagai pedagang tempe di daerah Kasihan, Bantul, Yogyakarta. Setiap pagi Mbah Jum dibonceng cucunya ke pasar untuk berjualan tempe.
Melansir dari tulisan Irene Radjiman yang dibagikan oleh akun TikTok @razqael, sesampainya Mbah Jum di pasar, dagangan tempe segera digelar sambil menunggu pembeli datang. Di saat pedagang lain sibuk menghitung uang dan ngrumpi dengan sesama, Mbah Jum selalu bersenandung bersholawat.
Baca Juga : Mau Lolos Tes CPNS? Ini Tips dari Pegawai Negeri yang Sudah BerhasilĀ
Cucunya meninggalkan Mbah Jum sebentar, karena ia juga bekerja sebagai kuli panggul di pasar itu. Dua jam kemudian, cucunya datang kembali untuk mengantar simbah pulang ke rumah.
Tidak sampai 2 jam, dagangan tempe Mbah Jum sudah habis ludes. Mbah Jum juga disebut selalu pulang paling awal dibandingkan pedagang yang lain.
Sebelum pulang, Mbah Jum selalu meminta cucunya menghitung uang hasil dagangannya dulu. Bila cucunya menyebut angka hasil dagangan lebih dari Rp 50.000, maka Mbah Jum selalu minta cucunya mampir ke masjid untuk memasukkan uang lebihnya itu ke kotak amal.
Saat ditanya kenapa begitu, cucunya menjawab karena kata si Mbah modalnya bikin tempe cuma Rp 20.000. Jadi seharusnya si mbah paling banyak dapatnya Rp 50.000. Kalau sampai lebih dari angka itu, berarti itu uang punya gusti Allah dan harus dikembalikan lagi. Dan rumah Allah adalah masjid.
Makanya kalau dapat untung dagang tempe lebih dari Rp 50.000, maka cucu Mbah Jum diminta untuk memasukkan uang lebihnya ke masjid.
Tak hanya itu, Mbah Jum ternyata juga seorang tukang pijit bayi. Jadi jika ada anak-anak yang sedang batuk, pilek rewel, kejang, diare, muntah-muntah dan lain-lain, biasanya orang tua mereka akan langsung mengantarkan ke rumah Mbah Jum.
Bahkan bukan hanya untuk pijat bayi dan anak-anak, Mbah Jum juga biasa membantu orang dewasa yang mengalami keseleo, memar, patah tulang dan sejenisnya.
Baca Juga : Indentitas Terduga Pelaku Pembunuhan Lansia 90 Tahun di Situbondo Tersebar, Diduga Anak Punk
Mbah Jum tidak pernah memberikan tarif untuk pekerjaan itu, padahal beliau bersedia diganggu 24 jam, bila ada yang butuh pertolongannya. Bahkan bila ada yang memberikan imbalan untuk jasanya itu, ia selalu memasukkan lagi 100% ke kotak amal masjid.
Kenapa semuanya dimasukkan masjid, kata Mbah Jum yang dijelaskannya memakai bahasa Jawa bahwa "saya itu sebenarnya nggak pintar mijit, kalau ada yang sembuh karena saya pijit, itu bukan karena saya, tapi karena gusti Allah jadi bayarnya bukan sama saya tapi sama Gusti Allah".
Satu hal lagi yang mencengangkan, kondisi Mbah Jum tunanetra sejak lahir membuat Mbah Jum tidak bisa membaca dan menulis. Namun ternyata Mbak Jum hafal 30 juz Al Quran.
Semoga kita bisa mengambil pelajaran hidup dari kemuliaan hati sosok Mbah Jum. Kisah Mbah Jum bukanlah kisah seorang Ulama ataupun Waliyullah. Hanya kisah seorang perempuan biasa yang mampu membuat iri seluruh penghuni Alam.