JATIMTIMES - Situs Petirtaan Ngawonggo yang berlokasi di Dusun Nanasan, Desa Ngawonggo, Kecamatan Tajinan, Kabupaten Malang memiliki sejarah panjang. Menurut kajian dari Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Timur (Jatim), Situs Petirtaan Ngawonggo dimungkinkan berasal pada era kerajaan Hindu - Buddha. Yakni antara abad 10 - 13 Masehi atau pada masa peralihan dari kerajaan Kediri ke Singosari.
"Pada awalnya situs ini diketahui oleh warga sudah sejak turun-temurun. Akan tetapi warga di sini dulu awam terkait cagar budaya atau sejarah. Kemudian pada tanggal 24 April 2017 kami iseng untuk menengok keberadaan situs ini," ucap Juru Pelihara Situs Petirtaan Ngawonggo, Rahmad Yasin.
Baca Juga : Tim Basket Putri Banyuwangi Raih Juara III Kejurprov KU-14
Semenjak terekspos itulah, BPCB Jatim menindaklanjuti dengan melakukan peninjauan sekaligus ekskavasi atau penggalian tanah dan zonasi pada Situs Petirtaan Ngawonggo.
"Hasil daripada ekskavasi Balai Pelestari Kebudayaan tersebut, diperkirakan situs ini merupakan peninggalan pada era abad antara 10 - 13 (Masehi) atau lebih kentalnya kalau dilihat pada ragam riasnya, merupakan peralihan (kerajaan) Kediri ke Singosari," jelas Yasin.
Pemuda yang kini berusia 31 tahun itu menambahkan, pada masanya Situs Petirtaan Ngawonggo tersebut diperkirakan dipergunakan untuk sarana beribadah dan bersuci.
"Pada Situs Petirtaan Ngawonggo ini terbagi menjadi empat struktur utama," kata Juru Pelihara yang merupakan warga asli Desa Ngawonggo, Kecamatan Tajinan, Kabupaten Malang.
Dijelaskan Yasin, empat struktur utama tersebut gambaran umumnya orang awam menyebutnya dengan kolam pemandian. Di mana pada struktur satu, terdapat 11 relief; struktur dua terdapat suluran atau meander yang memiliki panjang sekitar delapan meter; struktur tiga terdapat meander dengan panjang sekitar enam meter; dan terakhir pada struktur empat disebutkan terdapat sembilan pancuran yang disangga oleh relief ghana.
"Pada struktur empat terdapat relief ghana atau dewa penyangga. Sebenarnya dulu diperkirakan ada sembilan, tapi hanya tiga yang tersisa. Ketiganya itu ghana yang setiap relief ghana pasti ada pancuran," terang Yasin.
Mengingat statusnya yang telah menjadi cagar budaya, membuat setiap orang tidak bisa berkunjung sewaktu-waktu. Saat ini cagar budaya Situs Petirtaan Ngawonggo telah masuk pada destinasi wisata minat khusus atau wisata budaya.
"Jadi orang kalau ke cagar budaya itu harus mematuhi peraturannya, dan setiap masing-masing tempat itu pasti ada aturannya," imbuhnya.
Sedangkan seseorang yang hendak berkunjung ke Situs Petirtaan Ngawonggo, diterangkan Yasin, bagi wanita yang haid maupun hamil tidak diperkenankan berkunjung ke dalam zona Situs Petirtaan Ngawonggo.
"Kalau di sini, wanita datang bulan itu dilarang masuk, hamil juga dilarang masuk ke area petirtaannya. Kemudian juga harus melepas alas kaki, untuk menjaga kondisi situs. Juga tidak boleh vandalisme dan mencuri, ada larangannya, ada undang-undangnya, karena situs ini sudah disahkan sebagai cagar budaya," tegasnya.
Menurut Yasin, pantangan bagi ibu hamil maupun datang bulan berkunjung ke Situs Petirtaan Ngawonggo tersebut, telah menjadi kepercayaan adat setempat. Mengingat di masanya Situs Petirtaan Ngawonggo merupakan lokasi yang disakralkan.
Baca Juga : HUT ke-89, RSUD Karsa Husada Batu Komitmen Tingkatkan Layanan dengan Berbagai Tambahan Fasilitas
Namun demikian, bagi masyarakat yang hendak berkunjung ke Situs Petirtaan Ngawonggo, tetap diperkenankan. Asalkan memiliki maksud dan tujuan yang jelas.
"Kami tidak ada tiket, tapi di sebelah sungai ini kami membuat tempat prasarana untuk menjamu tamu. Jadi tamu cukup berkabar lewat Instagram kami yaitu Situs Petirtan Ngawonggo pada jauh-jauh hari," tuturnya.
Reservasi yang dilakukan jauh-jauh hari tersebut, bertujuan untuk menyesuaikan jamuan yang akan disuguhkan kepada para pengunjung. Perlu diketahui, jamuan yang disuguhkan tersebut menerapkan konsep kearifan masyarakat setempat dengan ciri khas pedesaan.
"Kami menerapkan konsep kearifan lokal, minuman dan suguhan yang kami sediakan itu terkait dengan kesederhanaan orang desa. Jadi semua tidak ada unsur hewani, melainkan dari tumbuhan. Kecuali ada selametan (hajatan) baru ada unsur hewani. Jadi bukan warung atau kafe," imbuhnya.
Tidak ada tarif yang dipatok bagi pengunjung yang hendak menikmati beranekaragam suguhan tersebut. Namun demikian, pihak pengelola Situs Petirtaan Ngawonggo menyediakan kotak asih bagi pengunjung.
"Bagi yang berkenan berpartisipasi, kami menyediakan kotak asih bagi para tamu untuk kelanjutan Situs Petirtaan Ngawonggo," ujarnya.
Perlu diketahui, saat berkunjung ke Situs Petirtaan Ngawonggo, para pengunjung tidak diperkenankan membawa makanan dan minuman dari luar. Hal itu demi menjaga kelestarian lingkungan yang ada di sekitar Situs Petirtaan Ngawonggo.
"Tidak boleh bawa makanan maupun minuman dari luar. Sebab ditakutkan nanti akan berdampak pada perusakan lingkungan, kan kemasannya itu (makanan dan minuman dari luar) bisa menjadi sampah," tukasnya.