free web hit counter
Jatim Times Network Logo
Agama Ekonomi Gaya Hukum dan Kriminalitas Kesehatan Kuliner Olahraga Opini Otomotif Pemerintahan Pendidikan Peristiwa Politik Profil Ruang Mahasiswa Ruang Sastra Selebriti Tekno Transportasi Wisata
Ruang Mahasiswa

Kegunaan Fasilitasi dalam Rancangan PERDA

Penulis : Elok Oktavia Warda - Editor : Redaksi

18 - Feb - 2023, 03:16

Placeholder
.

JATIMTIMES - Pembentukan peraturan daerah harus dilakukan sesuai dengan prinsip. Agar peraturan daerah lebih terarah dan terkoordinasi, maka secara formal telah ditetapkan serangkaian proses yang harus dilalui, yang meliputi proses perencanaan, proses penyusunan, proses pembahasan, proses penetapan dan pengundangan. 

Salah satu yang harus mendapat perhatian khusus oleh organ pembentuk peraturan daerah adalah proses perencanaan, dalam proses ini sangat diperlukan kajian yang mendalam, apakah penyelesaian suatu permasalahan di daerah harus diatur dengan peraturan daerah atau cukupkah? dengan bentuk produk hukum daerah lainnya.

Baca Juga : Siapkan Lulusan Berdaya Saing Internasional, STIKES Banyuwangi Jalin Kerjasama dengan Lima Negara

 

Dalam proses perencanaan ini juga dapat diketahui bagaimana landasan efektifitas suatu peraturan daerah, baik secara filosofis, sosiologis maupun yuridis biasanya dituangkan dalam suatu penjelasan atau pernyataan atau teks akademik (Naskah Akademik), yang selanjutnya dituangkan dalam Program Legislasi Daerah dan Program Pembentukan Peraturan Daerah.

Sebagaimana kita ketahui bersama, dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan termasuk penyusunan peraturan daerah sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, beberapa asas yang harus dipenuhi antara lain:

1. Kejelasan tujuan (beginsel van duidelijke doelstelling);

2. Kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat (beginsel van het juiste orgaan);

3. Kesesuaian antara jenis, hierarki dan materi muatan;

4. Dapat dilaksanakan (het beginsel van uitvoerbaarheid); 

5. Kedayagunaan atau kehasilgunaan (het noodzakelijkheidsbeginsel);

6. Kejelasan rumusan; dan

7. Keterbukaan.

Dalam hal ini, jika kita menelaah lebih jauh ke 7 (tujuh) asas tersebut, maka kita dapat menjadikan asas kegunaan atau usability sebagai “asas utama”. Mengapa demikian? Hal ini tercermin dalam penjelasan asas kegunaan atau efisiensi, yaitu setiap peraturan perundang-undangan (termasuk di dalamnya perda dan perkada) dibuat karena memang diperlukan dan berguna dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Menjadi suatu kekeliruan ketika lembaga atau pejabat pembentuk peraturan perundang-undangan kurang memperhatikan apa yang dibutuhkan masyarakat sehingga justru menambah kesulitan hidup mereka.

Tata Cara Pembentukan peraturan perundang-undangan serta bagaimana bentuk pengawasan dan pembinaannya dapat dilihat dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah. Dalam beberapa ketentuan peraturan diatas disebutkan bahwa Pembentukan Peraturan Daerah dapat disusun dan dilaksanakan oleh pemerintah daerah dan DPRD.

Pembentukan peraturan perundang-undangan (termasuk perda dan perkada) adalah pembentukan peraturan perundang-undangan yang meliputi tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengesahan. Misalnya, dalam penyusunan peraturan daerah pada tahap perencanaan didahului dengan penyusunan prolegda. Hal tersebut tertuang dalam Pasal 32 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 yang berbunyi “Perencanaan Penyusunan Peraturan Daerah Provinsi dilaksanakan dalam Prolegda Provinsi”. Prolegda berisi program yang memuat judul rancangan peraturan daerah, materi yang diatur (tercantum dalam teks akademik), dan keterkaitan dengan peraturan perundang-undangan lainnya (tercantum dalam naskah akademik). Selain itu, penyusunan daftar prioritas dalam prolegda didasarkan pada:

1. Perintah peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi;

2. Rencana pembangunan daerah;

3. Penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan; dan

4. Aspirasi masyarakat.

Dengan demikian, dapat kita asumsikan bahwa sejak awal pembentukan Perda, tidak boleh ada Perda/Rancangan Perda yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, apalagi bertentangan dengan kepentingan umum karena harus berdasarkan perintah peraturan perundang-undangan. di atasnya dan harus menampung semua aspirasi dan keinginan masyarakat luas.

Setelah kita mengetahui tahapan perencanaan, selanjutnya kita akan lanjut ke tahap penyusunan atau persiapan. Pada tahap penyusunan, rancangan peraturan daerah dapat berasal dari DPRD atau Gubernur. Dan pada tahap penyususnan atau persiapan ini kita akan mengenal istilah harmonisasi, unifikasi dan pemantapan konsepsi rancangan peraturan daerah. harmonisasi, penyatuan dan pemantapan konsepsi masing-masing akan dikoordinasikan oleh alat kelengkapan DPRD di bidang legislasi dan Biro Hukum. Berdasarkan ketentuan Pasal 56 ayat (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 bahwa “setiap rancangan peraturan daerah, baik yang berasal dari DPRD maupun Gubernur, disertai penjelasan, atau keterangan dan/atau naskah akademik”.

Baca Juga : Tekan Harga Beras, Pemkab Kediri Gelar Operasi Pasar

 

Apabila Rancangan Perda telah disusun dan telah melalui proses harmonisasi, penyatuan, dan pemantapan konsepsi, maka Rancangan Perda tersebut akan diajukan ke rapat paripurna DPRD. Jika dalam satu sidang ternyata DPRD dan Gubernur mengajukan rancangan Perda tentang materi yang sama, maka yang dibahas adalah Rancangan Perda yang disampaikan oleh DPRD dan Raperda yang disampaikan oleh Gubernur yang digunakan sebagai bahan pembanding. Dengan demikian kita sudah memasuki tahap selanjutnya yaitu tahap pembahasan. Pembahasan rancangan peraturan daerah dilakukan bersama oleh DPRD dan Gubernur. Pembahasan dilakukan melalui tahapan pembahasan seperti dalam rapat komisi/panitia/badan/pembina DPRD bidang legislasi dan rapat paripurna.

Proses pembahasan bersama rancangan peraturan daerah antara DPRD dan gubernur bertujuan untuk mencapai kesepakatan bersama antara kedua lembaga dan pejabat pembentuk peraturan daerah tersebut. Apabila rancangan peraturan daerah telah disetujui, pimpinan DPRD akan menyampaikannya kepada Gubernur untuk selanjutnya ditetapkan, disetujui dan diundangkan dalam Lembaran Daerah.

Evaluasi dijadikan sebagai alat kontrol, Pengertian evaluasi berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 25 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 adalah “pengkajian dan penilaian terhadap rancangan perda yang diatur sesuai undang-undang di bidang pemerintahan daerah dan peraturan perundang-undangan lainnya untuk mengetahui bertentangan dengan kepentingan umum, dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi”. Pengkajian dan pengkajian dilakukan secara bertahap oleh pemerintah pusat untuk pemerintah provinsi dan oleh pemerintah provinsi untuk pemerintah kabupaten/kota.

Harus dilakukan evaluasi terhadap rancangan peraturan daerah antara lain RPJPD, RPJMD, APBD, perubahan APBD, pertanggungjawaban pelaksanaan APBD, pajak daerah, retribusi daerah, dan rencana tata ruang daerah sebelum diundangkan dan diundangkan sebagai peraturan daerah. Kewajiban evaluasi tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 245 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah juncto Pasal 91 ayat (2) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Badan Hukum Daerah. Produk juncto Pasal 157 ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah serta peraturan perundang-undangan terkait lainnya.

Selain itu, ternyata DPD RI berdasarkan ketentuan Pasal 249 ayat (1) huruf j Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 mendapatkan tambahan kewenangan baru yaitu “ melakukan pemantauan dan evaluasi rancangan peraturan daerah dan peraturan daerah”. Penambahan kewenangan ini dapat berdampak positif maupun negatif. Sisi positifnya, kewenangan ini meningkatkan kualitas peraturan daerah karena mendapatkan proses penyaringan dari kekuasaan legislatif dan sisi negatifnya yaitu mekanisme dan format pelaksanaan evaluasi yang dilakukan oleh DPD RI tidak jelas. apakah berjalan sendiri-sendiri ataukah partai tersebut berkoordinasi dengan Pembina yang telah melakukan evaluasi, dan dapat menimbulkan potensi tumpang tindih kewenangan dengan kewenangan terkait karena mereka telah memiliki kewenangan untuk mengevaluasi rancangan peraturan daerah dan dapat menunda pengesahan peraturan daerah. regulasi karena proses evaluasi yang panjang.

Jika melihat peraturan tentang evaluasi yang begitu kaku, diharapkan tidak ada lagi rancangan peraturan daerah yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau bertentangan dengan kepentingan umum. Lalu kepentingan umum apa yang tidak boleh dilanggar dalam pembentukan peraturan perundang-undangan termasuk peraturan daerah? Berdasarkan ketentuan Pasal 250 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah mengatur bahwa mengganggu kepentingan umum meliputi:

terganggunya kerukunan antarwarga masyarakat;

terganggunya akses terhadap pelayanan publik;

terganggunya ketenteraman dan ketertiban umum;

terganggunya kegiatan ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat; dan/atau

diskriminasi terhadap suku, agama dan kepercayaan, ras, antar golongan, dan gender.

Proses panjang pembuatan peraturan perundang-undangan termasuk peraturan daerah yang dimulai dari tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan serta evaluasi rancangan peraturan daerah yang diperlukan, menimbulkan pertanyaan apakah fasilitasi rancangan peraturan daerah masih diperlukan sebagai bentuk pedoman atau pembinaan? Tentu saja, kalau tujuannya untuk menyempurnakan dan meningkatkan kualitas sebuah perda, kenapa tidak kita lakukan. Apalagi jika mencermati ketentuan Pasal 88 ayat (2) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 menyebutkan bahwa “Pemfasilitasan rancangan peraturan daerah tidak diterapkan terhadap rancangan peraturan daerah yang sedang dievaluasi”. Dengan demikian fasilitasi hanya dilakukan untuk rancangan peraturan daerah selain yang sedang dievaluasi. Sehingga menjadi hal yang wajar jika rancangan peraturan daerah selain yang sedang dievaluasi perlu dilakukan dengan mekanisme fasilitasi.

 

Penulis: Elok Oktavia Warda (Mahasiswa Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya)


Topik

Ruang Mahasiswa



JatimTimes Media Terverifikasi Dewan Pers

UPDATE BERITA JATIM TIMES NETWORK

Indonesia Online. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari JatimTIMES.com dengan klik Langganan Google News Jatimtimes atau bisa menginstall aplikasi Jatim Times News melalui Tombol Berikut :


Penulis

Elok Oktavia Warda

Editor

Redaksi