JATIMTIMES - Rezim Taliban kini melarang perempuan Afghanistan menempuh pendidikan tinggi. Aturan Taliban itu mendapat kutukan dari banyak negara. Bahkan, PBB mendesak aturan itu dibatalkan.
Sementara, para perempuan Afghanistan melakukan protes di luar universitas saat Taliban melarang mereka berkuliah.
Baca Juga : 3 Mata yang Tidak Akan Menangis di Hari Kiamat
Sembari menangis, para perempuan itu berdiri di luar universitas itu. Mereka dilarang masuk oleh pasukan keamanan yang memberlakukan larangan pendidikan tinggi bagi perempuan oleh Taliban.
Menurut Amini, mahasiswi keperawatan berusia 23 tahun di Kunduz, mengatakan kepada kantor berita Prancis, AFP, para perempuan di Taliban layaknya burung di dalam kandang.
"Kami semua merasa seperti burung di dalam kandang, kami berpelukan, menjerit, dan menangis. Mengapa ini terjadi pada kami?" ucapnya.
Universitas negeri lainnya tengah libur, namun di Taliban banyak mahasiswi yang datang kekampus untuk mengikuti ujian atau belajar di perpustakaan.
Beberapa mahasiswi diizinkan masuk ke kampus untuk menyelesaikan prosedur administrasi, sedangkan yang lain diizinkan menghadiri upacara wisuda yang sudah dijadwalkan. Hal itu disampaikan oleh juru bicara Universitas Kabul.
Kemudian, salah satu mahasiswi jurusan politik tahun ketiga Hesti mengatakan, dia sudah melakukan yang terbaik namun ujian yang telah ia persiapkan menjadi sebuah duka setelah aturan itu diberlakukan.
"Saya telah melakukan yang terbaik untuk belajar; itu sangat sulit bagi saya, karena saat ini saya harus berhenti belajar dan tujuan saya tidak tercapai ... Jika situasi terus seperti ini bagi perempuan, berarti perempuan dan anak perempuan sama saja dikubur hidup-hidup," katanya.
Selain mendapat penolakan dari masyarakat Afganistan, larangan itu juga mendapat kecamanan dari pemimpin dunia.
Misi PBB di Afghanistan mendesak pemerintah Taliban untuk segera mencabut keputusan itu dan juga menyerukan pembukaan kembali sekolah perempuan di atas kelas enam, pembatasan lain yang sebelumnya diperkenalkan pada hak pendidikan perempuan.
Baca Juga : Diminta Mundur oleh User Twitter, Elon Musk Bakal Mundur dengan Syarat ini
"Pemerintah Taliban harus "mengakhiri semua tindakan yang mencegah perempuan dan anak perempuan berpartisipasi penuh dalam kehidupan publik sehari-hari," kata PBB.
Kecaman juga datang dari pemerintah Amerika Serikat. Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan ada konsekuensi yang harus diterima Taliban usai larangan itu diterapkan.
Sementara, Menteri Luar Negeri Jerman Annalena Baerbock menuduh bahwa larangan itu dibuat untuk menghancurkan Taliban.
Negara-negara dengan mayoritas penduduk muslim lainnya juga mengecam keputusan tersebut.
Pakistan, mengungkapkan kekecewaannya atas larangan tersebut dan mendesak otoritas Taliban untuk mempertimbangkan kembali. Negara itu menekankan posisinya yang "jelas dan konsisten" dalam mendidik perempuan.
Selain Pakistan, Qatar juga mengambil sikap yang sama. Negara yang telah memainkan peran penting dalam memfasilitasi negosiasi antara AS dan Taliban itu mendesak pemerintah untuk meninjau kembali keputusannya sejalan dengan ajaran Islam.