JATIMTIMES - Keberagaman dan kekayaan budaya Indonesia menjadi sebuah kebanggaan yang terus dipupuk generasi muda. Salah satunya diwujudkan melalui Ngalam Local Culture and Fun Digitalpreneurship Festival Bina Nusantara University Malang yang digelar Sabtu, 5 November 2022.
Mengusung tema budaya Malang, festival ini mengundang tiga pemantik materi. Tiga pemateri tersebut adalah peneliti dan pegiat budaya tenaga ahli Dirjen Kebudayaan Kemendikbudristek I Gusti Anom Astika, wartawan JatimTIMES sekaligus penulis buku Kuliner Hindia Belanda 1901-1942 Pipit Anggraeni, serta Sri Hardina yang merupakan penari, guru tari, dan pengelola Sanggar Tari S Hardina.
Baca Juga : Ternyata Indonesia Sudah Mengenal Live Streaming sejak 1937
Character Building Development Center Bina Nusantara University Kartika Yulianti dalam sambutannya menyampaikan, webinar ini menjadi salah satu wujud akan kecintaan keberagaman Bangsa Indonesia. Diskusi dikemas menarik pun terdapat banyak kesimpulan yang bisa dipelajari lebih jauh.
"Dalam diskusi ini terdapat beberapa kesimpulan yang menarik untuk dipelajari," katanyam
Campus Director Binus Malang Dr. Robertus Tang Herman, S.E., M.M. menambahkan, keberagaman yang ada menjadi kekayaan Bangsa Indonesia yang harus kita jaga dan lestarikan. Melestarikan budaya bangsa tidak dapat dibatasi oleh usia ataupun golongan manapun.
"Mencintai keanekaragaman yang dimiliki oleh Bangsa Indonesia merupakan tanggung jawab kita semua sebagai Warga Negara Indonesia," jelasnya.
Sementara itu, dalam penyampaian materi pertama, Peneliti dan Pegiat Budaya Tenaga Ahli Dirjen Kebudayaan Kemdikbudristek I Gusti Anom Astika mengupas tuntas kebutuhan Indonesia untuk mempertahankan dan melestarikan kebudayaan. Diantaranya melalui beberapa cara seperti meningkatkan rasa ingin tahu, kepedulian, penggunaan kebudayaan, dan pencatatan.
Selain itu, Anom menekankan bahwa karena kecenderungan modernitas pemuda Indonesia selama kurang lebih dua dasawarsa ini semakin meningkat, banyak kebudayaan yang ditinggalkan sehingga hilang dan tidak dapat direhabilitasi kembali. Contohnya adalah 700 lebih bahasa lokal yang hilang selama 23 tahun terakhir.
Lebih jauh Anom menekankan keberlanjutan dari setiap aspek budaya seperti aspek sosial, ekonomi, dan alam. Aspek-aspek ini membentuk ruang untuk setiap kebudayaan berkembang.
"Contohnya adalah kemiri yang tidak hanya dikenal sebagai rempah melainkan juga bahan dasar dari kain-kain khusus," jelasnya.
Webinar semakin menarik dalam pembahasan kuliner yang dibahas oleh Wartawan MalangTIMES sekaligus penulis buku Kuliner Hindia Belanda 1901-1942 Pipit Anggraeni. Dalam kesempatan itu, Pipit menyebut jika makanan bukan hanya hasil kebudayaan yang dapat memenuhi kebutuhan fisik manusia saja.
Makanan yang berkembang seiring dengan peradaban manusia (misalnya kemampuan mengolah alam, profesi, dan peran sosial) yang dapat melengkapi nilai-nilai lain seperti kebersamaan dan teknologi. Tiap jenis makanan, proses memasak, serta teknologi yang digunakan saling berkaitan dalam kebudayaan kuliner.
Baca Juga : FKIK UIN Maliki Malang Benchmarking Tata Kelola Manajemen ke FK Universitas Mataram
Perkembangan ini semakin menarik saat kita dapat meneliti asal usul dari berbagai menu yang ada dalam kebudayaan Indonesia klasik, modern, hingga kontemporer seperti saat ini. Tiap es batu dalam es teh yang kita pesan atau minyak yang menggoreng lauk kita memiliki sejarah dan perkembangan kebudayaannya masing-masing.
Sebagai akhir dari webinar yang dimoderatori oleh Dika Sri Pandanari (CBDC Bina Nusantara University Malang) ini, terdapat pemaparan mengenai karakter dan sejarah singkat perkembangan tari topeng Malang oleh Sri Hardina yang merupakan penari, guru tari, dan pengelola Sanggar Tari S Hardina.
Ponowijen dan Pakisaji merupakan sentra dari kerajinan topeng serta pendidikan tari topeng di Malang. Tari topeng sendiri merupakan seni gerak yang diambil dari cerita rakyat Jawa Timur mengenai kisah kepanjian yang bertokoh utama Panji Asmorobangun.
Lebih jauh Dina juga menunjukkan beberapa perbedaan tari topeng Malang dengan tari topeng lainnya di seluruh dunia. Misalnya penggunaan sampur (kain selempang) yang terletak di Pundak, serta penggunaan gongseng (sekumpulan lonceng yang diikatkan di kaki kanan penari—khususnya tokoh lelaki). Tidak cukup berbagi ilmu, Dina juga menunjukkan 4 jenis tarian topeng Malang secara langsung kepada para partisipan webinar.
Webinar Ngalam Local Culture and Fun Digitalpreneurship Festival Bina Nusantara University Malang ini berakhir meriah dengan beberapa pertanyaan dan kesimpulan yang berarti bagi seluruh partisipan. Semua kebudayaan memiliki nilai yang baik bagi manusia, namun kebudayaan lokal yang lahir dari kondisi masyarakat masing-masing merupakan sebuah kekayaan dan kemewahan yang sering tidak disadari oleh kaum muda.
Oleh karenanya setiap pemuda perlu terus mengenal dan melestarikan kebudayaan lokal dan historisnya masing-masing di samping seala tawaran kebudayaan modern yang membanjiri kebiasaan modern. Tanpa mengenal dan melakukan kebudayaan yang ada, identitas masyarakat akan perlahan tergerus dan pada akhirnya mereka akan kehilangan jati diri serta kepribadiannya.