JATIMTIMES - Puluhan mahasiswa Universitas Islam Malang (Unisma) yang tergabung dalam Aliansi Unisma Raya menggelar aksi desakan kepada pemerintah terkait transparansi polemik Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) di depan Gedung Kampus Unisma, Minggu (3/7/2022).
Dalam aksi desakan transparansi polemik RKUHP ini, puluhan mahasiswa tersebut saling bergantian menyampaikan orasinya. Kemudian terdapat poster-poster yang berisikan kata-kata sendirian terhadap pemerintah yang tidak segera membuka secara luas terkait draft RKUHP.
Baca Juga : 5 Cagar Budaya Kota Batu yang Baru Ditetapkan, Simpan Keunikan hingga Kisah Misterius
Di antaranya, "Jangan sembunyi-sembunyi, dicari RKUHP", "Info! Patch baru pejabat di buff, rakyat di nerf", "Kebiasaan tidur, sekalinya kerja ngawur", "Jadi pejabat bonus immortal, semua bisa kena". Lalu juga tampak poster Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) bersama Ketua DPR RI Puan Maharani disertai dengan tulisan "Dicari Draft RKUHP, Telah Hilang Draft RKUHP Sejak 2019".
Selain itu, tagar #ReformasiDiKorupsi dan #DemokrasiOligarki yang pada tahun 2019 ketika pemerintah bersama DPR RI membahas RKUHP dan mendapat desakan dari masyarakat hingga mahasiswa dari seluruh Indonesia kembali muncul di aksi tahun 2022 ini.
Aksi Aliansi Unisma Raya pun tampak spesial. Pasalnya, dalam aksi tersebut tampak hadir Presiden RI Joko Widodo dan Ketua DPR RI Puan Maharani yang berdiri di tengah-tengah massa aksi. Namun, ternyata kehadiran dua pejabat negara tersebut hanya berupa topeng yang dikenakan oleh beberapa massa aksi.
Koordinator Lapangan Aliansi Unisma Raya Muhammad Farhan Aziz menyampaikan, dalam aksi dari Aliansi Unisma Raya ini terdapat tiga poin tuntutan yang ditujukan kepada pemerintah dan DPR RI terkait desakan transparansi pembahasan RKUHP.
Pertama, mendesak Presiden RI Jokowi dan DPR RI untuk segera membuka draft terbaru RKUHP ke publik sebagaimana dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 11 Tahun 2021 tentang Tata Cara Konsultasi Publik dalam Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, serta melakukan pembahasan RKUHP secara transparan dengan menjunjung tinggi partisipasi publik.
"Kedua, menuntut Presiden dan DPR RI untuk membahas kembali pasal-pasal bermasalah yang dinilai tidak pro terhadap demokrasi dan kepentingan rakyat dalam RKUHP," tegas Farhan kepada JatimTIMES.com, Minggu (3/7/2022).
Ketiga, menuntut DPR RI mendengarkan, mempertimbangkan, dan memberikan respons atas aspirasi yang diajukan oleh masyarakat, terutama kelompok rentan dan kelompok yang akan terdampak dengan ketentuan dalam RKUHP.
Sementara itu, Ketua BEM Unisma Achmad Nadjib Ad Daroin menyampaikan, pada intinya pihaknya tidak menolak adanya RKUHP. Melainkan, pihaknya menyayangkan ketika pembahasan RKUHP tidak bersifat transparan dan partisipatif.
Baca Juga : Viral Lagi, Bupati Pandeglang Cekoki Pedagang dengan Miras
"Sikap kita jelas menuntut transparansi mengenai RKUHP ini. Sehingga bisa diakses publik dan menjunjung azas keterbukaan tersebut," tegas Najib.
Disinggung mengenai adanya beberapa massa aksi mengenakan topeng Jokowi dan Puan Maharani serta terdapat seorang massa aksi yang mengenakan baju calon tahanan RKUHP, Najib menyebut hal itu gambaran ketika RKUHP dibahas tidak transparan dan mengesahkan beberapa pasal kontroversial akan terjadi kriminalisasi terhadap masyarakat yang menyuarakan aspirasinya.
Najib menyebut terdapat beberapa pasal yang akan membuka peluang bagi masyarakat ketika menyuarakan aspirasinya terkait kinerja pemerintah maupun lembaga negara dapat dipenjara.
"Seperti pasal penghinaan presiden, pasal penghinaan terhadap lembaga negara, pasal penghinaan terhadap pemerintah, pasal terhadap gelandangan dan sebagainya. Kami menyebut hal itu tidak sesuai dengan azas demokrasi dan azas keberlangsungan negara ini," jelas Najib.
Maka dari itu, pihaknya tidak menginginkan di kemudian hari ketika RKUHP yang berisikan pasal-pasal kontroversial di sahkan, maka masyarakat akan seperti calon-calon tahanan atas RKUHP tersebut.
"Kami menuntut menghapus pasal-pasal kontroversial. Sebagaimana yang dalam catatan Aliansi RKUHP Nasional 24 poin tersebut. Kami menuntut itu agar segera menghapus dan merevisi dan membahas kembali terkait pasal-pasal kontroversial tersebut," pungkas Najib.