free web hit counter
Jatim Times Network Logo
Agama Ekonomi Gaya Hukum dan Kriminalitas Kesehatan Kuliner Olahraga Opini Otomotif Pemerintahan Pendidikan Peristiwa Politik Profil Ruang Mahasiswa Ruang Sastra Selebriti Tekno Transportasi Wisata
Peristiwa

Polemik Nama Soeharto Tidak Ada di Keppres 1 Maret, Mahfud MD dan Fadli Zon Saling Serang

Penulis : Desi Kris - Editor : Pipit Anggraeni

05 - Mar - 2022, 17:44

Placeholder
Mahduf MD dan Fadli Zon (Foto: IST)

JATIMTIMES - Polemik Keputusan Presiden RI 2/2022 yang tidak mencantumkan Soeharto terkait peristiwa serangan umum 1 Maret 1949 rupanya kian panas. Bahkan, karena hal itu membuat Menko Polhukam Mahfud MD dan Anggota DPR Fadli Zon saling serang. 

Mahfud dan Fadli saling berbalas argumen. Dilansir melalui situs Sekretariat Negara, Keputusan Presiden Republik Indonesia (Keppres) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Hari Penegakan Kedaulatan Negara telah resmi diterbitkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Baca Juga : Pelebaran Sungai Pasca Banjir Bandang di Kota Batu Dikebut

Keppres tersebut mengatur terkait Hari Penegakan Kedaulatan Negara. Pada diktum kesatu dan kedua keppres itu dinyatakan sebagai Hari Penegakan Kedaulatan Negara yang jatuh pada 1 Maret dan bukan merupakan hari libur. 
Keppres itu juga dijelaskan alasan 1 Maret sebagai Hari Penegakan Kedaulatan Negara. Pada poin c pertimbangan Keppres terdapat pembahasan berkaitan dengan sejarah serangan umum 1 Maret 1949. 

Pada poin itu memang tidak tercantum nama Soeharto.

"Bahwa peristiwa Serangan Umum I Maret 1949 yang digagas oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan diperintahkan oleh Panglima Besar Jenderal Soedirman serta disetujui dan digerakkan oleh Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta dan didukung oleh Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, laskar-laskar perjuangan rakyat, dan segenap komponen bangsa Indonesia lainnya, merupakan bagian penting dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia yang mampu menegakkan kembali eksistensi dan kedaulatan Negara Indonesia di dunia internasional serta telah berhasil menyatukan kembali kesadaran dan semangat persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia," bunyi poin c pertimbangan Keppres Hari Penegakan Kedaulatan Negara tersebut. 

Hal itu lantas ramai dibahas oleh publik bahkan sempat menjadi trending di Twitter. Menko Polhukam Mahfud MD pun buka suara terkait persoalan tersebut. 

Ia menyampaikan keppres itu tidak menghilangkan nama Soeharto dari sejarah serangan umum 1 Maret 1949.

"Kepres tersebut bukan buku sejarah, tapi penetapan atas 1 titik krusial sejarah. Kepres tersebut tidak menghilangkan nama Soeharto dan lain-lain dalam SU 1 Maret 1949," kata Mahfud melalui akun Twitternya @mohmahfudmd, Kamis (3/3/2022). 

Ia bahkan memastikan nama Soeharto tetap disebutkan berkaitan dengan peristiwa serangan umum 1 Maret 1949. Menurutnya, nama Soeharto tercantum dalam naskah akademik Keppres.

"Nama dan peran Soeharto disebutkan di Naskah Akademik Kepres yang sumbernya komprehensif," ucap Mahfud.

"Di dalam konsiderans ditulis nama HB IX, Soekarno, Hatta, Sudirman sebagai penggagas dan penggerak. Peran Soeharto, Nasution, dan lain-lain ditulis lengkap di Naskah Akademik. Sama dengan naskah Proklamasi 1945, hanya menyebut Soekarno-Hatta dari puluhan founding parents lainnya," lanjut Mahfud lagi. 

Sementara, Fadli meminta Mahfud tidak membelokkan peristiwa sejarah Serangan Umum 1 Maret 1949. Ia lantas merespons cuitan Mahfud.

"Keliru Pak @mohmahfudmd. Dalam Serangan Umum 1 Maret 1949, Soekarno dan Hatta masih dalam tawanan di Menumbing," kata Fadli Zon dalam cuitannya di akun @fadlizon.

Menurutnya, tidak ada gagasan Soekarno dan Hatta dalam Serangan Umum 1 Maret 1949, sehingga apa yang disebut Mahfud MD adalah salah.

"Pemerintahan dipimpin PDRI (Pemerintah Darurat RI) di bawah Sjafroeddin Prawiranegara. Tak ada gagasan dari Sukarno dan Hatta dalam peristiwa ini. Jangan belokkan sejarah!" tulis Fadli Zon lagi. 

Tak lama, Mahfud pun merespons cuitan Fadli Zon. Ia mengatakan penentu kebenaran sejarah bukanlah Fadli Zon.

"Penentu kebenaran sejarah itu bukan Fadli Zon. Tapi ilmiahnya adalah sejarawan dan forum akademik," kata Mahfud.

Meski demikian, Mahfud mengatakan bahwa suara Fadli Zon tetap harus didengar. 

Baca Juga : Viral, Pengunjung Supermarket Buah Ngamuk lihat Pengunjung Masuk Bawa Anjing Peliharaan

Lebih lanjut, ia menegaskan pemerintah tidak pernah meniadakan peran Soeharto dalam sejarah serangan tersebut. Justru, meski nama Soeharto tidak ada dalam Keppres 2/2022, nama Soeharto disebut sebanyak 48 kali dalam naskah akademik Keppres yang juga dibenarkan oleh sejarawan dari Universitas Gadjah Mada (UGM).

Mahfud juga menyampaikan, meski dalam tahanan, Soekarno-Hatta masih terus aktif menggerakkan operasi serangan. Ia menyebut, dalam Keppres, yang memerintahkan operasi adalah Jenderal Soedirman, sementara yang memberi gagasan adalah Sri Sultan Hamengku Buwono IX.

"Kalau di keppres itu disebut yang punya gagasan Sultan, yang memerintahkan operasinya Jenderal Soedirman, yang menyetujui dan menggerakkan operasinya Presiden dan Wakil Presiden," ucap Mahfud. 

"Jadi, meski dalam tahanan, Presiden dan Wakil Presiden masih terus aktif menggerakkan. Ada penjelasan M Roem dan Pringgodigdo yang diasingkan satu paket dengan Bung Karno dan Bung Hatta bahwa mereka terus berkomunikasi dengan dunia internasional untuk mempertahankan kedaulatan meski dari pengasingan," lanjut Mahfud. 

Seakan tak terima dengan jawaban Mahfud, Fadli Zon pun melemparkan tantangan debat.

"Pak @mohmahfudmd mari ajak diskusi/debat saja sejarawan di belakang Keppres itu. Kita bisa adu data dan fakta. Tapi jangan belokkan sejarah!" kata Fadli Zon lewat cuitan akun @fadlizon.

Fadli menjelaskan bahwa dirinya adalah lulusan doktor bidang sejarah. Ia juga mengaku lulusan Universitas Indonesia.

"Kebetulan Doktor saya bidang sejarah dari @univ_indonesia," ucap Fadli.

Fadli juga mengatakan dirinya persis meneliti berkaitan dengan persoalan Serangan Umum 1 Maret 1949 tersebut. Ia menceritakan kala itu Jenderal Sudirman enggan bertemu Soekarno dan Hatta untuk rekonsiliasi nasional Juli 1949 sebelum dibujuk Soeharto.

"Saya juga meneliti PDRI. Negara hampir pecah gara-gara konflik PDRI vs Tracee Bangka. Jenderal Sudirman pun mulanya 'enggan' bertemu Soekarno-Hatta untuk rekonsiliasi nasional Juli 1949. Baru setelah dibujuk Pak Harto akhirnya mau bertemu," cerita Fadli. 

Mahfud malah mempersilakan Fadli untuk mengajak langsung sejarawan dimaksud. Menurutnya, Fadli juga bisa langsung mengajak Gubernur DI Yogyakarta untuk ikut berdebat.

"Silakan, langsung ajak sendiri kalau mau debat, Pak. Pak @fadlizon kan bisa hubungi dia, bahkan bisa juga langsung ajak debat ke Gubernur DIY," tulis Mahfud via akun Twitter pribadinya @mohmahfudmd.

Mahfud mengungkapkan sejumlah pihak telah berdiskusi tentang serangan umum 1 Maret 1949. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu juga menyebut diskusi sudah dilakukan sejak 2018.

"Tim Naskah Akademik Pemda DIY dan sejarawan UGM itu sudah berdiskusi sejak 2018. Saya tak ikut di sana. Saya juga tak sempat jadi panitia debat," sambung Mahfud.


Topik

Peristiwa



JatimTimes Media Terverifikasi Dewan Pers

UPDATE BERITA JATIM TIMES NETWORK

Indonesia Online. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari JatimTIMES.com dengan klik Langganan Google News Jatimtimes atau bisa menginstall aplikasi Jatim Times News melalui Tombol Berikut :


Penulis

Desi Kris

Editor

Pipit Anggraeni