JATIMTIMES - Puluhan demonstran yang tergabung dalam Lembaga Pemerhati Hukum Indonesia (PHI) mendatangi Kejaksaan Negeri (Kejari) Bondowoso, Senin (21/2/2022). Mereka tidak puas dengan putusan hakim atas kasus perkelahian antara dua pelaku yakni Yon dengan Anton Susilo yang terjadi pada 2019 lalu.
Kuasa hukum Anton Susilo, Ali Safi Tarmidzi menegaskan, pihaknya ingin ada kepastian hukum. Ia menilai tuntutan jaksa dalam kasus ini sama. Padahal kliennya yang berstatus sebagai pelapor dan terlapor mengalami luka lebih parah daripada lawannya.
Baca Juga : Yudi Latif: Kebangsaan Kita Dapat Tekanan dan Tarikan Globalisasi, LDII Bisa Ambil Peran Jaga Kebangsaan
"Kami kan jadi pelapor dan terlapor. Sedangkan di situasi terlapor, pelapor tersebut cuma mengalami luka goresan saja. Sedangkan jaksa itu memberikan pasal 351 juga, sama tuntutan juga delapan bulan," jelasnya.
Ia menilai, jika berdasarkan analisis pasal 351 ayat 1 yang ditetapkan jaksa, seharusnya tuntutan itu 2 tahun 8 bulan. Sehingga, ia menganggap ada intervensi dari pihak luar dalam penanganan perkara tersebut.
"Kenapa kok cuma delapan bulan. Dalam tuntutan ini kedua belah pihak," lanjutnya.
Sementara itu, Kasi Intel Kejari Bondowoso, Sucipto menjelaskan bahwa kasus tersebut telah diputus oleh pengadilan atau inkrah. Sehingga salah jika aksi demo ditujukan ke Kejari.
"Seharusnya kalau mau demo saat diproses di penyidik sana. Ini perkara sudah putus," paparnya.
Baca Juga : Hadiri Kontes Bonsai Nasional, Bupati Tulungagung Maryoto Sebut Pencinta Bonsai Merupakan Pelestari Alam
Jika mereka merasa tidak puas dengan putusan pengadilan, Sucipto mempersilahkan untuk mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT). Karena ia menilai tidak ada kesalahan prosedural dalam penanganan kasus perkara gelut tersebut.
"Karena korban yang dijadikan tersangka, tersangka dijadikan korban sama-sama dihukum enam bulan. Artinya hakim menganggap perbuatan keduanya sama-sama terbukti saling melakukan penganiayaan," beber Sucipto.