JATIMTIMES - Tak berputus asa dan terus melangkah, kiranya hal itu melekat pada sosok warga Kota Malang yang satu ini. Dia adalah Kristiawan, mantan HRD di sebuah restoran ternama yang kini banting setir menjadi pengusaha batik dan terbilang sukses.
Bisa dibilang, sebagai pengusaha di bidang ini, Kristiawan masih tergolong baru. Dirinya memulai usaha batiknya di 2017 lalu, setelah memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya sebagai HRD.
Baca Juga : 49 Ribu Pohon Sudah Tertanam, PDIP Tulungagung Terus Masifkan Gerakan Tanam Pohon
Menariknya, pria berusia 46 tahun ini mengembangkan batik peranakan yang sukses mengantarkan dirinya hingga saat ini. Meski, secara umum batik buatannya sendiri ini tak jauh beda dengan batik pada umumnya.
Tetapi pada penerapannya, batik peranakannya ini merupakan karya seni dengan menggabungkan unsur Jawa dan Tionghoa dalam ke dalam satu motif batik.
Bahkan, pemilihan warna yang digunakan pasa batik produksinya ini berwarna pastel dengan motif khas Tionghoa. Diceritakannya, membangun usahanya ini tidaklah mudah.
Apalagi, Kristiawan mengaku, sejak awal tidak tahu menahu bagaimana cara membatik dengan benar. Namun, dirinya tak begitu saja menyerah, di 2017 itulah ia mempelajari batik secara otodidak.
Semula, ia mempelajari mengenai batik klasik. Kemudian, dalam perjalanannya Kristiawan memilih untuk mengembangkan batik peranakan yang menurutnya memiliki keunikan tersendiri.
"Semuanya saya pelajari sendiri dari awal, karena mau ikut kursus biayanya juga cukup mahal. Jadi satu tahun pertama itu banyak trial and error dan belum menemukan pola yang tepat," ungkapnya.
Selang satu tahun berjalan, tepatnya di 2018, warga Sawojajar ini akhirnya menemukan satu batik yang dinilai menarik dan unik. Saat itulah dinilai menjadi titik baliknya, yakni ketika salah satu batik buatannya yang berbentuk selendang dibeli seorang pembatik asal Pekalongan.
Dari situlah, Kristiawan akhirnya merasa terbantu untuk mengembangkan kemampuannya dalam membuat karyanya saat ini. Pembatik inilah yang menjadi mentornya hingga kini.
"Saat itu dia bilang, goresan pada batik yang saya buat sudah khas. Kemudian saya belajar terus terutama eksplorasi motif. Hingga akhirnya saya buat motif ikan koi dan bangau. Ternyata ada orang chinese yang suka dan minat. Dari situ kami akhirnya fokus ke batik peranakan," jelasnya.
Baca Juga : Kasus Aktif Covid-19 Terus Naik Signifikan, PHRI Kota Batu Maksimalkan Skrining PeduliLindungi
Saat ini, setiap bulannya Kristiawan baru mampu menyelesaikan 20 kain. Hal itu karena, keterbatasan akan pekerja yang dimilikinya.
Terlebih, untuk membuat motif-motif batik peranakan dalam satu lembar batik saja diperlukan ketelitian dan kerapian. Belum lagi saat proses pewarnaan juga harus tepat agar hasil yang didapat juga sesuai target.
"Saat ini memang baru bisa 20 lembar kain untuk motif menengah. Sebenarnya kalau memang berminat ya banyak. Tapi, tenaganya belum memenuhi untuk produksi lebih besar," ungkapnya.
Meski terbilang usaha baru, tampaknya Kristiawan juga bergerak cepat dalam pemasaran. Terbukti di 4 tahun berjalan ini, batik buatannya sudah mendapat pesanan hingga luar negeri. Seperti, Singapura, Jepang, China hingga Amerika Serikat.
"Selama ini paling banyak memang pasarnya di Jakarta. Kalau yang dari luar negeri kami hanya melayani kalau ada pesanan saja. Tetapi memang tidak banyak," katanya.
Sementara, kisaran harga yang dipatok untuk batik produksinya yaitu, di rentang Rp 350 ribu hingga Rp 2 jutaan. Harga tersebut bergantung pada motif dan kerumitan dalam pengerjaan akan batik yang dibuatnya, dan tergantung juga pada customer yang memesan.
"Selama ini kan memang motifnya kami sendiri yang mengkreasikan. Tapi jika ada custom dari pemesan kami juga bisa melayani," tandasnya.