MALANGTIMES - Malang Corruption Watch meminta agar aparat penegak hukum (APH) di Malang Raya bisa lebih pro aktif dalam mencari atau menginvestigasi potensi tindak pidana korupsi (tipikor) yang terjadi di daerah. Hal itu menyusul adanya kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) atas tindak pidana korupsi yang memerlukan upaya luar biasa dalam pemberantasannya (extra ordinary measures), di Kabupaten Malang beberapa saat yang lalu.
Seperti dugaan penyelewengan dana bantuan Program Keluarga Harapan (PKH) yang terjadi di Desa Kanigoro Kecamatan Pagelaran beberapa waktu lalu. Yang dilakukan oleh oknum pendamping PKH desa setempat, yakni Penny Tri Herdiani (28).
Baca Juga : PPKM Level 4, 3, dan 2 Kembali Diperpanjang Lagi, Beberapa Wilayah di Jawa Turun Level
Apalagi di dalam keterangan yang disampaikan, tersangka mengaku bahwa perbuatan tersebut diketahui seniornya. Terlebih menurutnya, hal itu dilakukan juga karena ia mengetahui bahwa oknum pendamping PKH yang menjadi seniornya, telah terbukti melakukan hal serupa. Bahkan hingga dipecat.
Dalam kasus tersebut, penyidik Satreskrim Polres Malang akhirnya menjerat PTH dengan Pasal 2 ayat 1, subsider Pasal 3, subsider Pasal 8 UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU PTPK).
Untuk Pasal 2 ayat 1 ancaman hukuman minimal 4 Tahun dan paling lama 20 Tahun, sementara pasal 3 ancaman maksimalnya seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 Tahun dan paling lama 20 Tahun. Pasal 8, maksimal hukuman penjara 15 Tahun dan paling singkat 3 Tahun.
"Penetapan tersangka itu atas dorongan dari Menteri Sosial (Mensos), Tri Rismaharini. Jika tidak ada dari pejabat dengan struktural tinggi, maka tidak akan terbongkar," ujar Divisi Advokasi MCW, Ahmad Adi, Senin (23/8/2021).
Untuk itu, ia meminta agar APH bisa mengusut tuntas kasus korupsi yang terjadi. Tentu dilanjutkan memberikan hukuman yang seadil-adilnya kepada tersangka yang terbukti bersalah. Selain itu, MCW berharap Pemerintah terkait dalam hal ini Dinas Sosial Kabupaten Malang harus melakukan upaya preventif dan edukatif untuk mencegah korupsi oleh Pendamping PKH terjadi kembali.
"Jika diterus-teruskan, tentu akan mengikis kepercayaan publik terhadap lembaga APH di daerah. Karena perilaku korupsi merupakan perilaku melawan hukum, apalagi dilakukan selama situasi pandemi ini Dinsos harus mengembalikan marwah PKH sebagai pihak yang dipekerjakan untuk mendampingi KPM Keluarga Penerima Manfaat sebagai peserta PKH. Karena, PKH itu bertugas melakukan mediasi, dan advokasi bagi KPM PKH dalam mengakses layanan fasilitas kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan sosial," terangnya.
Baca Juga : Tekan Kasus Covid-19 di Kabupaten Blitar, Mak Rini Dorong TNI-Polri Masifkan 3T
Lebih lanjut, Adi meminta kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Malang dalam merumuskan kebijakannya haruslah mempertimbangkan pastisipasi publik seluas-luasnya. Sebab, pandemi seharusnya bukanlah menjadi alasan untuk tertutup dalam merumuskan kebijakan (misalnya di sektor anggaran).
Apalagi, ia juga menilai bahwa tindakan korupsi yang dilakukan di lingkup daerah, juga tidak lepas karena faktor tertutupnya informasi dan minimnya partisipasi publik.
"Dengan kehadiran serta kepedulian publik tersebut, maka potensi korupsi lambat laun bisa ditekan," pungkasnya.