INDONESIATIMES- Belakangan ini, kabar reshuffle Kabinet Indonesia Maju semakin menguat. Bahkan beberapa menteri dalam bidang ekonomi dinilai layak untuk di-reshuffle.
Sejumlah pakar ekonomi menyebut jika kinerja menteri-menteri yang layak di-reshuffle ini kurang memuaskan. Mulai dari Menteri Keuangan Sri Mulyani hingga Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.
Baca Juga : Season 2 Belum Tayang, Bridgerton Dikabarkan Berlanjut hingga Musim Keempat
Lantas siapa saja para menteri bidang ekonomi yang dinilai layak diganti? Berikut ulasannya dikutip melalui wawancara eksklusif detik.com:
1. Menteri Keuangan
Menteri bidang ekonomi pertama yang dinilai layak diganti ialah Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani. Hal ini disebabkan membengkaknya utang negara dan defisit APBN berpotensi menghambat pemulihan ekonomi.
Oleh karena itu, kinerja Sri Mulyani dinilai tak memuaskan. "Jadi dianggap tidak bisa mengendalikan level defisit dan tidak bisa mengendalikan utang. Bahkan narasinya seolah-olah utang itu hal yang baik dan perlu ditingkatkan. Jadi seolah-olah tidak melihat bahwa utang itu memiliki tingkat risiko yang cukup menghambat pemulihan ekonomi dan akan menjadi beban kepada fiskal-fiskal ke depannya," kata Bhima Yudhistira, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF).
2. Menteri Ketenagakerjaan
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah juga dinilai layak untuk diganti. Bhima mengatakan jika Ida terlalu berpihak kepada pelaku usaha, khususnya di sektor padat karya ketimbang para pekerja yang kesulitan di tengah pandemi COVID-19.
"Padahal harusnya kan memprioritaskan bagaimana pekerja, hak-haknya itu diperjuangkan melalui Kemnaker, saya tidak melihat itu," tutur Bhima.
Bhima menyebut jika kepercayaan pemerintah terhadap Kemnaker juga kurang, melihat program Kartu Prakerja yang dinilainya menjadi ranah Kemnaker justru ada di bawah Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian.
3. Menteri BUMN
Selanjutnya, Bhima juga menilai jika Menteri BUMN Erick Thohir layak dievaluasi. Hal ini disebabkan, karena Erick belum bisa melakukan rasionalisasi penugasan pemerintah untuk menyehatkan BUMN karya.
Saat ini, Bhima melihat hal itu belum dilakukan sehingga rasio utang terhadap ekuitas atau debt to equity ratio (DER)-nya terus naik.
"Jadi penyehatan itu yang tidak terlihat, sehingga BUMN karya mengalami kenaikan DER atau rasio utang yang cukup signifikan, dan beberapa bahkan terancam pailit," ucap Bhima.
4. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi
Bhima berpendapat jika Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan layak di-reshuffle karena sering memberikan sentimen positif yang berlebihan.
Baca Juga : Kemendikbud dan Kemenristek Bakal Dilebur, Siapa yang Jadi Menterinya?
"Misalnya Tesla mau ke Indonesia, ternyata Tesla-nya ke India. Jadi lebih banyak ke narasi-narasi yang bombastis, meskipun realisasinya kecil. Termasuk juga ekonomi akan tumbuh 7% di kuartal II. Jadi yang seharusnya bukan bidangnya, tapi diambil alih," tutur Bhima.
5. Menteri Perindustrian
Menteri bidang ekonomi selanjutnya yang layak di-reshuffle adalah Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita.
"Menperin apa yang dilakukan? Kita tidak dengar terobosan-terobosan bagaimana meningkatkan industri tanah air, jadi tidak ada," tegas Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan.
6. Menteri Pertanian
Anthony menilai menteri bidang ekonomi selanjutnya yang patut diganti ialah Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo. Karena Syahrul dianggap belum bisa mencetak prestasi di bidang pangan meski sudah ada lumbung pangan nasional atau food estate.
"Kalau kita bicara sektoral lagi ada Mentan. Kalau pertanian yang urgent karena tidak ada prestasi, prestasi cuma begitu saja. Kalau saya lihat malah tidak lebih baik, bahkan lebih buruk dibandingkan yang lalu, jadi tidak ada terobosan sama sekali," ujarnya.
7. Menteri ESDM
Kemudian, yang terakhir Anthony berpendapat jika Menteri ESDM Arifin Tasrif juga layak di-reshuffle. Arifin dinilai tidak menyesuaikan harga BBM di Indonesia dengan harga minyak dunia yang sudah turun sejak Maret 2020 lalu.
"Penurunan itu sudah dari Maret 2020, lalu April, Mei, Juni itu kan sudah paling bottom, paling rendah. Dan masyarakat lagi sulit, tetapi hak masyarakat dari harga BBM yang lebih murah itu tidak diberikan. Padahal konsumsi masyarakat juga sudah turun. Dan kalau diturunkan juga Pertamina tidak akan rugi. Karena sudah terjadi ke harga keekonomian," tandas Anthony.