BANYUWANGITIMES - Bidang pendidikan dan kesehatan merupakan masalah penting yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Dalam berbagai pemberitaan banyak kisah sederhana yang mengisahkan cerita yang mengharukan para guru dan tenaga pendidik yang begitu tulus dan ikhlas mengabdikan dirinya dalam mencerdaskan anak bangsa dan melayani serta memastikan rakyat yang ada di pinggiran mendapatkan layanan yang baik.
Salah satu kisah yang cukup menyentuh hati, ketulusan dan keikhlasan seorang perawat bernama Kholifatul Maghfiroh (33) yang akrab disapa Firo. Sudah mengabdi di Pusat Kesehatan Masyarakat (PKM) Licin sebagai tenaga latihan kerja (TLK) mulai sekitar tahun 2014 sampai pada tahun 2019 diangkat menjadi tenaga harian lepas (THL) sebagai tenaga hadir (Nadir) kesehatan yang bertugas di daerah pelosok di kampung Kebon si Macan, Dusun Bedengan, Desa Kluncing, Kecamatan Licin, Kabupaten Banyuwangi.
Baca Juga : BPJS Ketenagakerjaan Trenggalek Luncurkan Kemitraan Autodebet Pembayaran Iuran dengan BRI
Ibu dua anak kelahiran Banyuwangi, 11 Mei 1988 masih rutin menjadi tenaga kesehatan melayani kesehatan masyarakat desa walaupun kontraknya tidak diperpanjang lagi oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banyuwangi.
Alumni STIKES Banyuwangi tersebut menuturkan kisahnya sebagai tenaga kesehatan yang memberikan layanan bagi masyarakat yang tinggal di daerah pegunungan dengan naik sepeda melalui jalan yang cukup ekstrim. Ada tebing, jurang, jalan berbatu licin dan becek serta tidak jarang harus mencari bantuan orang lain apabila sepeda motornya terjebak jalan yang berlumpur.
“Awalnya kaget, sudah biasa kerja di tempat bagus, semua serba ada, jalannya tidak susah, terfasilitasi. Kemudian ditempatkan di daerah terpencil, pelosok, semua serba terbatas, dan juga di sana tinggal di tempat kos. Untungnya warganya baik-baik, namun kesadaran kesehatan rendah. Misalnya kalau mau kontrol harus diingatkan dulu baru mau kontrol,” ujar Firo.
Mengabdi di daerah yang terpencil, menurut dia tantangannya kalau sudah malam saat hujan ada pasien nggak bisa jalan minta periksa. Dengan suka rela dirinya menuju lokasi dengan naik sepeda motor. Gelap-gelapan dan berkabut kalau hujan. Jalanan licin jadi santapan ban sepeda motornya.
Apabila hari siang pun sama sebagai bentuk layanan akan mendatangi rumah tinggal pasien. ”Tempat yang didatangi berupa kampung. Jadi beberapa meter kondisi jalan rusak, beberapa meter lagi rata namun tidak bagus. Kemudian ada tanjakan dan kondisi jalannya berbatu,” imbuh perawat yang pernah bekerja di klinik kecantikan di Banyuwangi itu.
Menyadari latar belakang dia sebagai seorang nakes adalah karena rasa senang dan sudah terbiasa karena merupakan panggilan jiwa. Dalam satu minggu pulang 2 kali sehingga harus berpisah dengan suami dan anak.
”Keluarga sudah mengetahui dan toleransi itu sudah tugas dan kewajiban. Sedangkan untuk komunikasi bersama anak kalau mau video call atau telepon harus cari-cari sinyal. Saat ini suami kerja di salah satu BPR. Anak yang pertama sudah kelas 4 SD dan yang kecil masih TK. Sehingga saat ini dalam merawat anak dibantu orang tuanya saat pagi diantar ke rumah orang tua dan malam akan dijemput ayahnya untuk tidur di rumah,” jelas Alumni SMA Nurul Jadid Paiton Probolinggo
Sebagai nakes yang langsung bersinggungan dengan masyarakat yang tinggal di wilayah pelosok dia berharap Pemkab Banyuwangi memperbaiki fasilitas jalan dan lebih baik apabila dibangun Puskesmas Pembantu (Pustu). Sebab tenaga nakes masih kos di rumah pak RT yang kamar mandinya berada di luar rumah dan di bawah pohon kopi-kopian. Sehingga apabila tengah malam mau buang air kecil masih bingung antara memegang senter dan payung karena masih terbuka.
Baca Juga : Ini Harapan Warga Kecamatan Tempursari Saat Reses Anggota DPRD Jatim H. Rofik
“Harapan utama yaitu jalan diperbaiki sehingga apabila ada pasien darurat mau ke Puskemas bisa mudah dan dalam melakukan rujukan juga mudah. Sebagian mereka malas turun karena jalannya jelek, jadi terlihat lama ke Puskemas. Mungkin jika kondisi jalan bagus mereka merasa tidak lama dalam perjalanan menuju Puskesmas,” pinta Kholifatul Maghfiroh.
Apabila memungkinkan jika ada Pustu di sana, jika masyarakat setempat sakit ringan seperti batuk, pilek dan demam bisa ditangani. Namun kalau yang menderita sesak parah harus rujuk ke puskesmas tidak jarang diangkut menggunakan Pick up milik warga.
”Warga di sana sangat baik-baik. Kalau ada yang sakit mereka saling gotong royong. Dalam artian mereka memiliki rasa kekeluargaan, misalnya ada yang sakit tetangga-tetangga akan membantu mencari pakan untuk hewan ternaknya,” imbuhnya.
Lebih lanjut perawat yang setia mengabdi di Puskesmas Licin itu menambahkan, untuk pengaturan kerja dalam memberikan layanan kesehatan di Kampung si Macan, pelayanan ada di Puskesmas sampai dengan jam 13.00 -14.00 WIb. Namun tengah malam juga masih ada pengobatan apabila ada warga yang membutuhkan.
“Kita 24 jam standby di sana, dan pada saat libur pun tidak jarang mereka tetap masuk kerja,” ujarnya.