free web hit counter
Jatim Times Network Logo
Agama Ekonomi Gaya Hukum dan Kriminalitas Kesehatan Kuliner Olahraga Opini Otomotif Pemerintahan Pendidikan Peristiwa Politik Profil Ruang Mahasiswa Ruang Sastra Selebriti Tekno Transportasi Wisata
Pendidikan

Dikukuhkan, Guru Besar Bidang Ilmu Ushul Fiqh UIN Malang Beberkan Epistemologi Hukum Islam

Penulis : Imarotul Izzah - Editor : Sri Kurnia Mahiruni

27 - Aug - 2020, 19:25

Placeholder
(kiri) Guru Besar Bidang Ilmu Ushul Fiqh UIN Malang, Prof Dr Hj Tutik Hamidah MAg. (Foto: Humas)

Mencermati perkembangan keberagamaan di Tanah Air akhir-akhir ini yang muncul gerakan-gerakan radikal, bagi Guru Besar Bidang Ilmu Ushul Fiqh Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang (UIN Malang) Prof Dr Hj Tutik Hamidah MAg, sangat penting dan signifikan menyosialisasikan epistemologi hukum Islam dan sejarah sosialnya.

Untuk itu, dalam pengukuhannya sebagai guru besar di Gedung Rektorat lantai 5, Prof Tutik menyampaikan orasi ilmiahnya berjudul "Epistemologi Hukum Islam dan Sejarah Sosialnya: dari Fase Pra Pembukuan sampai Fase Modern."

Baca Juga : Kunker ke SMAN 1 Bangkalan, Komisi E DPRD Jatim Dihadiahi Curhatan Perihal Sarpras Sekolah

 

Dikatakannya, gerakan radikal yang cenderung bersikap intoleran kepada kelompok lain yang mengatasnamakan gerakannya sebagai jihad sejatinya adalah hasil suatu pemahaman ayat dengan metode tertentu.

"Sebuah ayat dan metode pemahamannya adalah dua hal yang berbeda. Suatu ayat yang sama, jika difahami dengan metode yang berbeda akan menghasilkan hukum yang berbeda," terangnya.

Karena itu, lanjutnya, selain harus memahami metodenya dalam menafsir ayat, sejarah sosial yang mengiringi terbentuknya metode tersebut juga harus dipahami. Kapan terbentuknya metode, di mana, oleh siapa, dan apa situasi dan kondisi yang melatar belakangi harus secara serentak dijadikan acuan pilihan metode. Bahkan perkembangan politik dan ilmu pengetahuan pada saat itu tidak bisa diabaikan pengaruhnya.

"Dengan memahami sejarah sosial epistemologi hukum Islam, maka akan terbentuk sikap beragama yang toleran, menghindari kekerasan dan demokratis sebagaimana yang sudah dipraktekkan ulama, masyayikh kita di Tanah Air selama ini," tuturnya.

Oleh karena itu, Tutik memilih judul ini dalam pidato pengukuhan guru besarnya. Sekaligus ia berharap bisa berkontribusi dalam mendukung gerakan moderasi beragama yang diusung pemerintah, di mana Kementerian Agama menjadi leading sectornya.

Dijelaskan Tutik, epistemologi hukum Islam atau ilmu Ushul Fiqh adalah ilmu yang diformulasi untuk memahami Al-Qur’an dalam kaitannya menggali hukum-hukum syar’i yang bersifat praktis atau ‘amali agar kehendak Allah dalam Al-Quran bisa dipahami dan dilaksanakan secara mudah. Wajah Epistemologi hukum Islam dipengaruhi oleh background sosial. Di samping kecenderungan ‘ulama mujtahid yang merumuskannya, faktor situasi dan kondisi ketika mujtahid hidup sangat besar pengaruhnya.

"Sebagai ilustrasi, perkembangan epistemologi awal, epistemologi yang cenderung literal (ahl al hadits) berpusat di Hijaz, sebuah kota yang mewarisi tradisi Rasulullah, relatif kondisinya stabil, tidak muncul hal-hal baru yang membutuhkan peranan ra‘yu," katanya.

Sedangkan epistemologi yang bercorak rasional berpusat dan berkembang di Iraq (Kufah), sebuah kota jajahan Romawi, di mana di situ sudah ada filsafat, ilmu pengetahuan, dan teknologi serta pemeluk katolik. Ditambah lagi di Iraq merupakan pusat pemalsuan hadits, memaksa mujtahid di Kota Kufah untuk menggali dimensi maqashid dan tidak berhenti pada dimensi literal.

"Ilustrasi tersebut menunjukkan pengaruh tempat, kondisi dan situasi dalam bentuk awal. Dua aliran tersebut diperoleh dari pemahaman masing-masing mujtahid dari praktek Rasulullah SAW," katanya.

Baca Juga : Di Tengah Pandemi Covid-19, Mahasiswa Unikama Beri Bimbel pada Anak Pesisir Pantai

 

Faktor politik juga berpengaruh besar terhadap perkembangan epistemologi. Ketika periode khulafaaur rosyidun, kholifah menjadi penguasa agama sekaligus pemerintahan, epistemologi hukum Islam juga dalam kendali kholifah.

"Pada waktu itu antara nash dan pertimbangan nalar terjalin secara harmonis dalam menetapkan hukum, sebagaimana bisa dilihat dalam banyak contoh hasil ijtihad pada periode itu. Tidak muncul kubu ahl hadits dan ahl ro’yi. Namun ketika periode Tabiun, yang mana ketika itu, khalifah hanya mengendalikan pemerintahan saja, bukan agama, maka terjadilah perbedaan-perbedaan yang bisa dikatakan kacau dalam epistemologi maupun hukum," bebernya..

Ia melanjutkan, epistemologi yang dirumuskan Imam Syafi'i, menjadikan pilar-pilar epistemologi hukum Islam kokoh, sistematis dan argumentatif. Namun rumusan tersebut tidak lepas dari pengaruh background sosial politis pada masa itu.

"Imam Syafi'i sangat membatasi nalar dengan mengokohkan metode ijma’ dan qiyas. Epistemologi yang sudah berumur berabad-abad ini pada masa sekarang mendapat gugatan sebab tidak fleksibel dalam menghadapi tantangan modernitas," tegasnya.

Nah, dari lintasan sejarah sosial epistemologi hukum Islam, periode khulafaaur rosyidun adalah periode yang paling dekat dengan Rasulullah SAW. Pada periode itu, wahyu dan nalar terintegrasi secara harmonis dan sangat efektif menjawab tantangan baru dalam sinaran petunjuk Ilahy. Epistemologi pada periode inilah yang sekarang dikembangkan oleh tokoh-tokoh maqashid syariah.

"Bahkan sudah banyak yang mendeklarasikan Ilmu Maqashid Syariah sebagai ilmu ushul fiqih di fase modern sekarang," pungkasnya.

 


Topik

Pendidikan



JatimTimes Media Terverifikasi Dewan Pers

UPDATE BERITA JATIM TIMES NETWORK

Indonesia Online. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari JatimTIMES.com dengan klik Langganan Google News Jatimtimes atau bisa menginstall aplikasi Jatim Times News melalui Tombol Berikut :


Penulis

Imarotul Izzah

Editor

Sri Kurnia Mahiruni