Ada banyak cara untuk memperingati Hari Anak Nasional yang jatuh pada hari ini (Kamis, 23/7/2020). Seniman asal Malang, Ugik Arbanat memperingatinya dengan merilis video klip lagu berjudul "Terima Kasih Guruku".
Menariknya, video lagu tersebut merupakan kumpulan video anak-anak yang sedang menyanyi di hadapan kamera dengan kamera handphone. Mereka tampak percaya diri menyanyikan lagu catchy tersebut, bahkan ada juga yang nge-rap.
Baca Juga : Rektor UIN Malang: Mengasuh Anak Dimulai dari Memilih Jodoh Terbaik
Dikatakan Ugik, video itu merupakan kolaborasi persembahan siswa-siswi kelas 2 SDN Dinoyo 2 Malang.
"Momen hari ini saya pikir tepat karena Hari Anak Nasional. Mereka juga antusias dan sangat gembira sekali," ucapnya saat dihubungi media ini, Kamis (23/7/2020).
Lirik lagu ciptaan Cak Gik Arbanat inipun sarat akan pesan-pesan yang kini jarang ditemukan di lagu-lagu hits masa kini. Berikut isi liriknya:
Slamat pagi Pak Guru, Bu Guru
Kami datang ke kelasmu
Untuk menuntut ilmu dan santun
Tuk citaku
Pak Guru dan Bu Guru
Bimbing kami selalu
Dengan kasih sayangmu
Kudengar nasehatmu
Trima kasih Pak Guru, Bu Guru
Telah membekaliku
Budi pekerti luhur dan jujur
Tuk bekalku
Proses pembuatan video ini dilakukan jarak jauh. Awalnya, Ugik membagikan audio guide melalui WhatsApp orang tua. Si anak mendengarkan audio guide itu melalui earphone sambil bernyanyi, sementara orang tua membantu proses perekaman videonya. Semua dilakukan hanya dengan handphone.
"Setelah itu rekamannya dikirimkan ke saya nanti saya puzzle, saya gabung-gabungkan," sambungnya.
Baca Juga : Webinar Pascasarjana UIN Malang Bahas Keterlibatan Perempuan dalam Gerakan Radikalisme
Butuh waktu satu minggu dalam prosesnya. Ugik pun memberi waktu 2-3 hari supaya anak belajar lagu tersebut. Namun, berhubung mereka merasa lagu itu easy listening, belum sampai 1 hari anak-anak tersebut sudah hafal. "Besoknya sudah merekam video pakai hp masing-masing kemudian dikumpulkan ke saya," ucapnya.
Proses pengeditan dilakukan dalam waktu 4 hari. Diakui Ugik, proses ini sedikit sulit sebab tidak semua anak temponya pas, kadang-kadang juga ada yang fals. Kalau sudah begini, dia akan menghubungi orang tua untuk meminta rekam ulang. Namun, pada akhirnya semua berhasil menghasilkan video bernyanyi dengan sempurna.
Ugik yang juga berprofesi sebagai guru musik ini mengungkapkan, proses pembelajaran daring memang mau tak mau harus dilakukan. Para anak didiknya pun tak mau menyerah begitu saja. Mereka tetap belajar biola kepadanya meski harus via Google Meet, Zoom, atau yang lain.
"Tapi efektifnya ya langsung tatap muka. Saya sendiri sebagai guru musik paling enak memang harus tatap muka. Kalau tatap muka kan kita bisa interaksi langsung. Mereka mereka bisa lihat gesture saya mengajar seperti apa, saya bisa membetulkan secara langsung kalau misalkan ketika praktik murid saya ada yang penjariannya salah atau apa, dan saya bisa duet sama mereka jadi partner bermusik," bebernya.
Keresahan Ugik atas Minimnya Lagu Anak-anak
Selain lagu "Terima Kasih Guruku", dalam channel YouTube Rumah Musik Arbanat, Ugik juga mengunggah lagu "Dolanan Tradisional". Memang, hampir semua konten dalam channel tersebut adalah lagu untuk anak-anak. Hal ini merupakan salah satu bentuk kepedulian Ugik terhadap anak-anak. Dirinya mengaku resah karena sekarang ini minim asupan materi khusus untuk anak-anak.
"Saya secara pribadi sedikit resah bahwa asupan materi anak-anak untuk bernyanyi sudah hampir tidak ada. Saya mungkin bisa mewakili orang tua, saya memang rindu karya sosok AT Mahmud, Ibu Soed, Papa T Bob, dan lain sebagainya yang sudah tidak ada sama sekali," ungkap dia.
Dari keresahan itu, Ugik tergerak untuk membuat komposisi lagu yang ia khususkan untuk anak-anak. Selain itu, sejak tahun 2000 setiap bulan Agustus dirinya juga rutin menggelar Roadshow Agustusan Simfoni Cinta Tanah Air bersama Arbanat String Ensemble dari SD ke SD.
"Saya datang ke sekolah. Saya minta izin ke kepala sekolah, 'Saya punya program, saya pingin mengajak adik-adik sekolah sini untuk bernyanyi bersama. Saya akan bawa sound sendiri, saya akan bawa minum sendiri, saya akan bawa makan sendiri. Njenengan kalau bersedia jadi tuan rumah sekolah ini cukup siapkan anak-anak saja. Mungkin di halaman atau di kelas. Saya ajak mereka bernyanyi.' Teks lagunya saya siapkan semuanya. Saya bagi sejumlah murid. Misalkan ada 500 murid siapkan 500 lembar teks untuk mereka. Dan semuanya gratis, tidak saya pungut biaya apapun," paparnya.
Dari interaksi dengan anak-anak tersebut, dia baru tahu bahwa ternyata anak-anak ini hampir tidak tahu lagu anak-anak, lagu nasional, lagu daerah, dan lagu dolanan. Yang mereka tahu adalah lagu-lagu sekarang. Terlebih sekarang marak lagu-lagu Tik Tok. "Memang saya tidak menyalahkan itu karena perkembangan memang seperti itu," imbuhnya.
Kegelisahan Ugik ini tentu tak hanya dia sendiri yang merasakan. Untuk itu, tinggal bagaimana pihak-pihak yang peduli menyikapinya.
Selain itu, yang ia takutkan, anak-anak dengan keasyikannya bermain dengan gadget membentuk manusia-manusia soliter yang tidak peduli dengan sesama, yang merasa dirinya sudah bisa tanpa orang lain, dan egoisnya tinggi.
"Beda kalau misalkan kita bermain engklek yang seperti ada di lagu saya. Kita bermain dakon, kita bermain tekongan, kita bermain layangan, kita dibesarkan oleh alam dan itu akan lebih sehat," tegasnya.
Maka dari itu, Ugik berpesan kepada anak-anak agar tidak lupa bermain di luar.
"Jangan sampai lupa bermain. Kalian harus punya porsi jam untuk bermain di luar, di alam bebas, di outdoor. Boleh kamu layangan, boleh kamu main ke sawah, beatengan, atau apa saja. Mainan anak-anak yang dulu itu sangat membuat kalian lebih tangguh," pungkasnya.