M. Ali Mahrus, Wakil Ketua DPRD Kabupaten Banyuwangi meminta pemerintah kabupaten (Pemkab) Banyuwangi menggelar Rapid Test gratis untuk kalangan santri. Hal tersebut dinilai penting menyambut New Normal atau Tatanan Baru setelah pemerintah pusat menyatakan damai dengan Covid-19.
Politisi PKB itu menyatakan dalam menyongsong era baru tersebut dewan sudah menggelar rapat koordinasi (Rakor) di Ruang Khusus DPRD Banyuwangi minggu lalu.
Baca Juga : Dandim Banyuwangi Beri Piagam Penghargaan kepada Penambang Belerang Kesatria
Dalam Rakor tersebut Sekretaris Daerah Kabupaten Banyuwangi memaparkan strategi Banyuwangi dalam menyongsong era baru setelah damai dengan Covid-19 yang tidak bisa ditentukan waktunya bisa tuntas.
Adapun 3 (tiga) fase yang disampaikan yaitu: Fase emergency, fase recovery, dan fase New Normal. “Kami sudah melakukan komunikasi dan koordinasi tentang persiapan Banyuwangi dalam melakukan recovery dalam berbagai bidang. Mulai dari sektor perekonomian, pariwisata, peribadatan, termasuk pondok pesantren di dalamnya,” ujar ayah satu anak itu.
Menurut politisi asal kecamatan Singojuruh, pemerintah harus memberikan perhatian khusus kepada pendidikan di pondok pesantren (Ponpes) yang berbeda dengan pendidikan formal. Kehidupan di ponpes bersifat komunal dan berinteraksi dalam 24 jam.
“Mereka (santri) ini kan hidupnya berkumpul ibarat keluarga besar di mana mereka belajar, tidur makannya dan melakukan aktivitas di ponpes bareng-bareng. Apabila tidak ada perhatian khusus, kami khawatir akan ada cluster baru ponpes di Banyuwangi dalam era kehidupan normal baru. Cukup berbahaya jika ada salah satu santri yang positif terjangkit Corona,” imbuhnya.
Atas dasar itulah Alumni Ponpes Salafiyah Sukorejo Situbondo itu meminta kepada eksekutif untuk mengalokasikan anggaran rapid test gratis untuk kalangan pondok pesantren. Khususnya untuk para santri asal luar daerah yang menimba ilmu di Banyuwangi. Usulan kami untuk semua santri baik lokal maupun interlokal di-rapid test gratis. Karena kalau berbayar, tentu sangat memberatkan khusunya bagi kalangan menengah ke bawah,” ujar politisi yang tampil modis.
Namun, imbuhnya berdasarkan hasil rapat koordinasi PCNU bersama Pemkab Banyuwangi, untuk santri lokal cukup surat keterangan sehat dari dokter atau puskesmas saja. Namun untuk santri dari luar kota Banyuwangi mereka harus rapid test, karena sebagian berasal dari kabupaten/kota yang masuk zona merah.
Baca Juga : Pertama di Indonesia, Kabupaten Blitar Miliki Ponpes Tangguh Covid-19
Selanjutny berdasarkan data dari KKasi Pondok Pesantren Kantor Kementerian Agama Banyuwangi, santri luar daerah yang mondok di Banyuwangi dikisaran angka 3.000 orang lebih. Sementara jumlah santri lokal mencapai 14 ribuan orang.
“Setelah dilakukan pendataan oleh Kepala Seksi (Kasi) Pontren Kemenag Banyuwangi, jumlah total santri lokal dan luar Banyuwangi sekitar 17 ribuan orang. Sebenarnya tidak banyak anggaran yang dibutuhkan. Kalau memang hanya untuk santri yang berasal dari luar kota anggaran yang dibutuhkan tidak sampai Rp 1 miliar,” imbuh dia.