Saat proses rekonstruksi pembunuhan Pasutri di Campurdarat Kabupaten Tulungagung, sempat diwarnai emosi dari keluarga korban. Meraka nyaris menghakimi pelaku saat hendak dibawa keluar dari TKP, namun aksi itu berhasil dihalau dan digagalkan petugas kepolisian.
Dua anak korban yaitu Hengki dan Dedi M Pranata sempat geram dan merangsek maju ke arah dua tersangka Deny Yonatan Fernando Irawan (25) dan Mohammad Rizal Saputra (22) warga Ngingas, Kecamatan Campurdarat.
"Copot kupluk (songkok) mu, kamu telah membunuh dua orang tuaku. Sini lawan aku, biar saya.. (suara tidak jelas)," kata Dedi sambil emosi.
Sementara keluarga yang lain yang terdiri dari para ibu-ibu juga terus maju berusaha untuk mendekat sambil menangis histeris.
Sebelum emosi, Dedi berharap pelaku mendapat hukuman setimpal atau hukuman mati.
"Saya berharap mereka (tersangka) mendapat hukuman yang setimpal, karena yang dibunuh adalah kedua orang tua kami, dia harusnya juga dihukum mati," kata Dedi.
Dedi juga menduga pembunuhan kedua orang tuanya sudah direncanakan sebelumnya. "Saya menduga sudah direncanakan, karena mereka membawa senjata," ujar Dedi, Senin (9/12) saat jalanya rekontruksi pembunuhan kedua orang tuanya.
Dedi juga tidak menduga pelaku merupakan orang di sekitar rumahnya. Jarak antara rumahnya dan pelaku hanya berjarak sekitar 200 meter.
Bahkan Dedi mengaku sudah pernah bertemu dengan pelaku, namun tidak menyangka keduanya tega menghabisi nyawa kedua orang tuanya dengan kejam hanya gara-gara STNK.
Semasa hidup, kedua orangtuanya tidak pernah bercerita padanya jika punya masalah dengan pelaku lantaran dirinya kerja di luar kota dan pulang seminggu sekali. "Saya pulangnya Sabtu dan Minggu," uja Dedi.
Dedi tahu kedua pelaku pembunuhan setelah pihak kepolisian menangkap kedua pelaku setelah hampir setahun buron. Kedua pelaku yang merupakan warga sekitar dikenal sebagai pribadi yang tidak pernah membuat ulah di lingkungan sekitar.
Korban sendiri di lingkungan sekitar dikenal sebagai pribadi baik. Kedua korban tidak pernah bermasalah dengan tetangganya. "Baik, enggak ada masalah," ujar salah satu warga, Haryono saat melihat jalanya rekontruksi.
Kapolres Tulungagung AKBP Eva Guna Pandia mengatakan dua pelaku secara detail memperagakan detik-detik pembunuhan terhadap korban Adi Wibowo alias Didik dan Suprihatin.
"Ada 68 adegan yang diperagakan oleh tersangka, mulai dia datang sampai, eksekusi, sampai keluar dari TKP," kata EG Pandia.
Dalam rekonstruksi itu tergamnbar jika dia pelaku menghabisi kedua korban. Pelaku Fernando datang bersama Rizal awalnya berencana menagih titipan perpanjangan STNK, namun Suprihatin justru mengeluarkan kata-kata yang menyinggung pelaku.
"Proses eksekusi mulai adegan ke-15 dengan dipukul menggunakan kayu, hiasan marmer dan dipukul menggunakan senapan angin. Pelaku ini membawa senapan angin karena memang hobinya berburu," tambah Pandia.
Senapan angin tersebut lebih untuk ditekan-telan pelaku pada kepala korban hingga pejera senapan menancap dan tertinggal di kepala korban.
Selain itu pelaku juga membenturkan kepala korban ke tembok berulangkali.
"Senapan angin yang dibawa sempat dibuang, namun kemudian keesokan harinya senapan itu diambil kembali dan dibawa ke Kalimantan, jadi senapan itu masih disana," terangnya.
Dalam rekonstruksi yang dilakukan ketiga kalinya itu fakta-fakta yang di dapat tetap seperti hasil penyidikan yang berjalan.
"Pembunuhan spontan bukan direncanakan, awalnya karena tersinggung dengan ucapan korban dan emosi serta mengambil barang di sekitar untuk menghabisi korban," paparnya.
Pasal yang dikenakan tetap sama yaitu pasal 338 KUHP tentang pembunuhan.