Belajar dari Jambret

Reporter

Nyaris Penulis

Editor

Dede Nana

11 - Jan - 2025, 09:37

Foto ilustrasi, bukan lokasi kejadian dalam cerita. (#nyarispenulis/JatimTIMES)

JATIMTIMES - Keheningan di suatu perkampungan di tengah desa pecah, Kamis (2/1/2025) sore. Dengan tergesa-gesa, seorang ibu paruh baya berujar lirih dengan suara terbata-bata di salah satu rumah tetangganya.

"Mas. . . mbak. . . tolong!," ujar wanita tersebut.

"Ada apa ibu?," sahut sang pemilik rumah dengan kebingungan.

Baca Juga : Menyelami Dunia Industri: Mahasiswa Akuntansi Unisba Blitar Belajar Langsung di Pabrik Pocari Sweat

"Itu, di sana ada bapak yang dihajar anak sendiri," celetuk wanita tersebut.

Dengan tergesa-gesa, sang pemilik rumah lari tunggang-langgang mengejar wanita yang sempat meminta tolong ke rumahnya tersebut. Sebut saja sang pemilik rumah bernama Haqi dan wanita yang meminta tolong tersebut bernama Lani --keduanya bukan nama sebenarnya--.

Sementara itu, usai keduanya berlarian, berjarak sekitar 15 meter dari kediaman Haqi, terlihat seorang pria tua dengan rambut yang mulai memutih dan kulit keriput sedang dikerumuni warga. Pria tua tersebut terlihat sempoyongan. Jalannya tertatih-tatih dengan dibopong seorang ibu yang belakangan diketahui wanita itu adalah istri dari bapak tua tersebut.

Tak lama setelahnya, warga menyuruh sang bapak tua tersebut untuk duduk di sofa rusak yang kebetulan ada di salah satu rumah kosong di perkampungan tersebut. Saat itu, nafasnya terlihat tersengal-sengal. Tangannya memegang kedua lututnya yang pada saat itu terlihat gemetaran.

"Kenapa pak, ada apa?," tanya Haqi.

Sembari terbata-bata, bapak tua tersebut hanya menjawab. "Itu. . .," celetuknya.

Usai kata "itu" terucap dari mulut bapak tua tersebut, warga bersahutan bercerita yang pada intinya bapak tua tersebut habis dianiaya oleh seseorang. Si pelaku penganiayaan itu adalah anak kandungnya.

Sebut saja sang bapak tua itu bernama Masygul dan anak laki-lakinya yang telah menganiaya bapak kandungnya tersebut bernama Virulen. Lagi-lagi, dua nama tersebut hanyalah nama samaran yang diambil dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Masygul artinya bersusah hati sedangkan Virulen ialah jahat.

"Bapak sekarang yang dirasakan apa, kenapa dihajar anaknya?," tanya Haqi keheranan.

Lagi-lagi, Masygul tak menjawab dengan jelas. Nafasnya masih terasa berat. Dia hanya sanggup menunjukkan bagian kening yang terlihat sedikit lebam, dan dadanya yang terasa sesak. Hal itu disebabkan karena dirinya habis berduel dengan anaknya, Virulen.

Di sisi lain, terdengar sayup-sayup suara warga. Mereka berujar, Virulen gelap mata hingga tega menghajar bapak kandungnya karena kesal tak diberikan uang.

Spontan, Haqi berlari ke dalam rumah Masygul. Sebagai gambaran, rumah yang dihuni keluarga Masygul tersebut sepintas berbentuk selayaknya huruf L yang terbalik. Di bagian belakang rumah, adalah tempat musala yang di ujung ruangan lainnya adalah dapur.

Belakangan diketahui, para warga yang sempat melerai pertikaian bapak dan anak kandung tersebut menyebut, di musala berukuran sekitar 1,5 x 2 meter itulah tempat di mana bapak dan anak tersebut berkelahi.

Saat Haqi masuk, di kediaman Masygul terlihat sepi. Hanya ada dua orang. Satu dewasa, satu remaja. Belakangan diketahui, keduanya merupakan tetangga dan saudara dari keluarga Masygul.

"Anaknya Bapak Masygul di mana?," tanya Haqi.

Keduanya hanya menjawab jika Virulen lari ke depan gang rumahnya usai berduel dengan bapaknya. Saat itu juga terdengar lirih, suara Virulen berteriak dari kejauhan sambil marah-marah tak jelas.

Tak lama kemudian, Virulen keluar dari balik dinding gang sempit tersebut. Matanya terlihat tajam, seolah penuh amarah. Dia kemudian berjalan cepat menghampiri Haqi. Tangannya sesekali terlihat mengepal dan menggerakkan bagian lehernya, mirip saat petinju hendak masuk ke dalam ring pertandingan.

"Opo'o, koen kate melok-melok pisan? (kenapa, kamu mau ikut campur juga?)," celetuk Virulen kepada Haqi.

Mendengar teriakan tersebut, Haqi hanya terdiam. Mencoba tenang sembari melihat sekitar, kemana tempat yang lapang untuk menyelamatkan diri, dan apakah ada benda membahayakan yang bisa digunakan Virulen untuk menyerang seperti misalnya pisau belati dan sebagainya.

Di rasa aman, Haqi-pun tak beranjak. Niat hati ingin memediasi, nampaknya justru membuat Virulen semakin sakit hati.

"Lek pengen ngerti aku sopo, sak deso ngerti! (kalau ingin tahu aku siapa, satu desa tahu siapa aku!)," kelakar Virulen seolah ingin menunjukkan jika dirinya adalah jagoan di kampungnya.

Mendengar hal itu, Haqi memilih irit bicara. Namun, keduanya sempat bersinggungan badan. Beruntung ketika itu adu mulut tak sampai berujung adu jotos.

Haqi pada akhirnya memutuskan pergi dari kediaman Masygul. Sementara Virulen, entah apa yang diperbuat setelah sempat adu mulut dengan Haqi. Tapi yang jelas, Virulen nampak didampingi seorang temannya yang juga merupakan tetangganya saat berada di dalam kediaman bapaknya.

Haqi kemudian beranjak. Kembali menemui Masygul yang terlihat masih menahan sakit sembari seolah tak percaya, bogem mentah yang mendarat di wajah dan dadanya adalah tangan mungil dari anaknya yang dulu dibesarkannya.

"Bapak mengalami kejadian seperti ini sudah sejak kapan?," tanya Haqi.

"Sudah sejak lama, sekitar semenjak 2 tahun lalu sampai sekarang," ujar Masygul dan istrinya yang saat itu setia memegang tangan dari sang suami dengan nada kompak.

"Kenapa tak lapor polisi?," timpal Haqi.

"Sempat terbesit lapor polisi, tapi kami takut, kalau dia (Virulen) sampai dipenjara, ketika bebas malah nekat membunuh orang tuanya," celetuk pasangan Suami Istri (Pasutri) tersebut.

Jika di perfilman, tak lama setelah kalimat tersebut terucap, horror musical dilantunkan. Terdengar teriakan Virulen yang saat itu terlihat gesture merayu kedua orang tuanya.

"Mrene'o lo, yah, mulih. Buk ayo buk, ajak'en ayah mulih omah! (Ayo pulang yah. Ibu, tolong ajaklah ayah pulang ke rumah!)," pinta Virulen sembari mengayunkan tangan seolah ajakan.

Seketika suasana saat itu hening. Warga juga terlihat panik. Pada akhirnya, sang ibu semakin erat memegang tangan Masygul dan memaksanya untuk sementara tidak pulang ke rumah.

Sadar permintaannya tak dituruti, Virulen mendekat. Horror musical makin kencang. "Ojok playing victim, wes tuek mbarang! (Jangan manipulatif, kan sudah berusia tua!)," kelakar Virulen.

Tak hanya itu, kalimat sumpah serapah hingga cacian terus menerus diucapkan Virulen. Naik pitam, Masygul sempat terlihat beranjak dari posisi duduknya meski akhirnya ditahan oleh istrinya.

"Kalau pulang, aku kamu hajar lagi atau tidak?, janji jangan pukul aku lagi ya!," celetuk Masygul.

Pertanyaan itu diabaikan oleh Virulen. Sebaliknya, dia terlihat kebingungan. Berjalan mondar-mandir sembari sesekali membuka setengah bajunya seolah gerah meski saat itu sedang gerimis.

Beberapa saat kemudian, datanglah tokoh masyarakat. Dia mencoba mendamaikan. "Ingat nak, orang tua itu malati lo ya," ucap tokoh masyarakat tersebut.

Baca Juga : Perkembangan Pariwisata Kota Malang: Ini Kondisi TPK dan RLMT Hotel Bintang dan Non Bintang November 2024

Sekedar informasi, malati berasal dari istilah dalam bahasa jawa yakni kualat, yang artinya bisa menimbulkan mala petaka atau karma buruk di kemudian hari. "Opo'o pak dhe, masio anak yo iso malati! (memangnya kenapa paman, meskipun aku anaknya, aku juga bisa jadi karma baginya!)," lantang Virulen.

"Ilingo yah, sampean ndisik yaopo, aku ngene karena kelakuanmu bien! (ingatlah ayah, kamu dulu memperlakukan diriku bagaimana. Aku yang sekarang adalah hasil dari perbuatanmu dulu!)," kelakar Virulen.

Sembari bergumam, Virulen berteriak tak jelas. Pada intinya, dia menyebut semasa kecil sering dididik ayahnya yang baginya keras. Yakni mulai dari di pukul, di kunci di dalam kamar mandi, hingga dibandingkan dengan orang lain yang lebih baik atau lebih berprestasi ketimbang dirinya.

Namun sayangnya, apa yang disampaikan Virulen belum terkonfirmasi. Apakah itu hanya pembelaan ataukah memang kenyataan. Namun yang jelas, Masygul sempat menyeletuk terkait tudingan yang disampaikan anaknya tersebut.

Sembari wajah yang terlihat pucat, Masygul berucap. "Namanya orang tua pasti menginginkan anaknya menjadi yang terbaik," tuturnya.

Sayangnya, para warga maupun saudara dari bapak dan anak kandung tersebut tidak tahu detail soal keseharian dari keluarga tersebut. Namun, beberapa warga menyebut, apa yang dilakukan Masygul bisa saja sewajarnya orang tua yang mendidik anaknya.

Terus menerus beradu argumen, sang tokoh masyarakat yang sempat berupaya mendamaikan akhirnya memilih beranjak pulang. Saat itu juga ada salah satu pemuda yang juga warga yang tinggal tak jauh dari rumah Masygul.

"Senakal-nakalnya anak, dulu tidak ada yang berani sama orangtuanya apalagi menghajarnya. Meskipun aku dulu juga pernah membangkang kepada orang tua, tapi akhirnya aku minta maaf dan orang tuaku pun juga minta maaf pada saat itu," ujar pemuda tersebut.

Ucapan yang sejatinya hanya bisik-bisik tersebut sepertinya didengar oleh Virulen. Sontak dia berujar. "Mosok seng di belani bapak tok, anak gaoleh dibelani ta? (Apakah yang di bela hanya orang tua, anak apa tidak boleh dibela? --dalam kasus ini--)," ucap Virulen.

Ucapan tersebut sempat menaikkan tensi. Beruntung, sang pemuda tersebut tak sampai menghajar Virulen meskipun secara fisik pemuda itu lebih unggul ketimbang sang anak dari Masygul tersebut.

Tak lama setelah keributan kecil itu, Masygul dan istrinya beserta Virulen masuk ke dalam rumah. Di sana, ibu dari Virulen terlihat menangis tersedu-sedu sembari tak henti-hentinya meminta maaf dan berharap belas kasihan dari anak yang telah ia lahirkan dengan bertaruh nyawa.

Warga pun pada akhirnya memilih untuk beranjak usai membopong Masygul ke kediamannya. Tak berselang lama, ibu kandung dari Virulen kembali berlarian keluar rumah. Saking paniknya, sang ibu yang kesehariannya mengenakan jilbab hanya sempat menenteng handuk.

"Pak, mas, tolong suami saya, lindungi dia. Virulen baru saja keluar rumah sembari membawa parang (pisau belati). Dia mengajak ayahnya duel, katanya (Virulen), aku atau kamu (ayah) yang mati!," ucap sang ibu menirukan ucapan dari anaknya.

Mengetahui hal itu, sebagian warga yang semula siaga di samping rumah Masygul kembali berlarian. Di dalam rumahnya, Masygul terlihat sudah mengenakan sarung dan baju koko.

"Saya salat Maghrib dulu ya," ucap Masygul seolah pasrah.

Usai beribadah, warga dan saudaranya berkumpul di dalam rumah Masygul. Kakak perempuan dari Masygul menyebut, adiknya tersebut adalah orang yang pendiam.

"Tapi entah kenapa, anaknya bisa kurang ajar seperti ini," ucap sang kakak menggambarkan nasib yang dialami Masygul.

Setelah berdiskusi selama kurang lebih 20 menit, warga dan saudaranya sepakat agar Masygul dan istrinya mengungsi ke rumah saudara yang lainnya. Meski Masygul sempat menolak saran tersebut karena banyak pertimbangan salah satunya pekerjaan, pada akhirnya sang istri yang seolah ketakutan bergegas mengemasi pakaian dari dalam lemari kamarnya.

Namun lagi-lagi, horror musical terdengar, suara motor yang dikendarai Virulen berhenti tepat di teras rumahnya. "Ayo yah, di tunggu kok ora teko? (tidak datang berduel)," ucap Virulen.

Setelah mengumpat, Virulen bergegas ke dapur. Tak lama terdengar suara "kelontang", pisau belati dibanting ke lantai.

Sontak warga berhamburan, tersisa kakak perempuan dari Masygul. Tak jelas apa yang terjadi setelah kejadian tersebut. Namun, salah seorang warga yang usai kejadian dan sempat menemani sang istri Masygul menyebut, suasana pada akhirnya sudah mencair.

"Virulen sudah pergi main setelah diberi uang Rp 200 ribu. Biasanya tidak mau, karena yang diminta lebih, tapi mungkin karena ada bu dhe-nya (kakak perempuan Masygul) akhirnya mau. Masalahnya memang karena uang, bukan karena didikan orang tuanya yang katanya (Virulen) bapaknya keras. Itu hanya tambahan saja biar segera dikasih uang," tutur sang tetangga dekat dari Masygul tersebut.

Sementara itu, hingga cerita ini dimuat, belum terkonfirmasi bagaimana nasib keluarga Masygul. Dari pantauan JatimTIMES, kediaman Masygul beberapa hari belakangan ini terlihat sepi.

Baik Masygul maupun istrinya dari informasi yang berkembang, jarang berinteraksi dengan tetangga. Tepatnya berinteraksi kembali kepada para warga yang saat kejadian mengetahui secara langsung peristiwa tersebut.

Cerita ini sejatinya juga sempat jadi pembahasan. Khususnya bagi sebagian warga yang juga mengetahui kejadian tersebut secara langsung. Istilah obrolan warung kopi menyebut, peristiwa yang dialami Masygul ibarat sabun batang. Jika digenggam terlalu erat di bagian ujungnya akan lepas karena licin, terlebih jika terkena air. Sebaliknya, akan rusak jika digenggam terlalu kencang di bagian tengahnya. Namun, sabun batangan justru dapat dipastikan akan "jatuh" jika tidak digenggam. Perspektif itulah yang bisa saja dialami oleh orang tua di luar cerita ini. Maksud hati mendidik anaknya, justru menimbulkan perspektif yang berbeda bagi Virulen.

Seorang bijak pernah berujar: sesekali tak ada salahnya belajar dari jambret. Mencuri barang orang berisiko tinggi di tangkap dan dihajar massa. Namun, bagi tindak kejahatan yang sering disebut gendam, pelaku bisa mencuri tanpa harus babak belur.

Para pelaku gendam biasanya berbuat baik dengan memberi makan dan atau minuman yang sejatinya diberikan sesuatu semacam obat tidur. Dampaknya, saat korban lengah, barang berharga milik korban dikuras oleh pelaku gendam.

Artinya, segala sesuatu tergantung eksekusi. Niat jahat kalau dikemas baik tidak akan ketahuan. Sebaliknya, niat baik kalau dikemas dengan cara yang buruk, dampaknya malah mengaburkan niat baik tersebut.

Tinggal tergantung bagaimana perspektif-mu. Masygul ataukah Virulen yang layak disudutkan dalam cerita kali ini?.

Sekedar informasi, cerpen ini merupakan kejadian dari kisah nyata. Cerita ini dari perspektif #nyarispenulis. Waktu dan tempat kejadiannya di Kabupaten Malang. Namun demi kepentingan atau pertimbangan satu dan lain hal, cerita nyata ini tak bisa dikemas dalam wujud pemberitaan. Maka, dikemaslah dalam bentuk tulisan karya #nyarispenulis.

Kebetulan, JatimTIMES pada saat kejadian berada dalam sepenggal atau secuil dari cerpen ini. Namun, demi kepentingan nurani dan permintaan keluarga, kejadian nyata ini belum berkenan diberitakan oleh pihak yang bersangkutan. Sebaliknya, hanya berharap menjadi cerita yang mungkin bisa dijadikan acuan untuk sekedar diskusi di warung kopi.

Perlu diketahui, istilah #nyarispenulis ditulis sebagai rangkuman kisah-kisah nyata lainnya yang mungkin menarik untuk dibaca dalam sebuah cerita ketimbang berita. Narasumber bisa berasal dari kalangan manapun, mulai pejabat dan bahkan hanya sekedar rakyat jelata.

Bagi kalian yang memiliki kisah nyata, baik yang mengalaminya maupun mendengar dari narasumber langsung, dipersilahkan jika ingin dimuat dalam rubrik ruang sastra di website JatimTIMES.com. Bahan atau materi cerita bisa dibagikan melalui email maupun direct message pada akun media sosial resmi JatimTIMES.

Cerita nyata bersifat umum, bisa asmara, pemerintahan, politik, hukum dan kriminal, horor dan bahkan sisi lain dari perspektif yang menarik untuk diceritakan. Terimakasih.

Karya: #nyarispenulis


Topik

Ruang Sastra, jambret, kisah nyata, sastra, cerita nyata, kabupaten malang,



Jawa Timur merupakan salah satu provinsi dengan pertumbuhan ekonomi yang cukup pesat di Indonesia. Sektor industri, perdagangan, dan pariwisata menjadi pilar utama perekonomian Jatim. Pembangunan infrastruktur juga terus dilakukan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

cara menyimpan tomat
memilih model baju kerja wanita
harga gabah shio 2025

Berita terkait


cara simpan tomat