KGPAA Mangkunegara VII, Pendiri Stasiun Radio Pertama di Indonesia
Reporter
Aunur Rofiq
Editor
Sri Kurnia Mahiruni
16 - Sep - 2022, 11:48
JATIMTIMES-Tahukah Anda Radio Republik Indonesia (RRI) bukanlah radio pertama di Indonesia. Ya, sejarah mencatat radio tertua di Indonesia bukanlah RRI, melainkan Solosche Radio Vereeniging. Di tulisan kali ini pewarta JATIMTIMES akan mengajak pembaca untuk membahas sejarah singkat radio pertama di Indonesia.
Hari Radio Nasional dirayakan setiap tanggal 11 September. Tanggal ini dipilih karena bertepatan dengan hari kelahiran Radio Republik Indonesia (RRI). Sementara itu, perayaan Hari Penyiaran pada 1 April disesuaikan dengan tanggal dibentuknya radio Solosche Radio Vereeniging (SRV) di Surakarta, Jawa Tengah. Uniknya, penetapan ini baru diresmikan Presiden Joko Widodo pada 2019 lalu.
Baca Juga : Ikuti Kejurnas Surakarta Open, Atlet Kempo Jember Raih Peringkat 3
Yang jadi pertanyaan adalah kenapa sampai ada dua perayaan? Setelah dilakukan penelusuran ternyata hal ini disebabkan fakta bahwa Solosche Radio Vereeniging atau disingkat SRV adalah radio pertama di Indonesia. Radio ini eksis belasan tahun sebelum Radio Republik Indonesia (RRI) terbentuk. Terbentuknya SRV diprakarsai oleh Pengageng Puro Mangkunegaran Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo (KGPAA) Mangkunegara VII. SRV didirikan pada 1 April 1933.
Semasa berkuasa, KGPAA Mangkunegara VII sebagai pemimpin yang terbuka terhadap hal-hal baru dan dianggap bisa membawa kemajuan. Mangkunegara VII juga dikenal membuat sejumlah kebijakan untuk mempertahankan kesenian leluhur.
Ide Mangkunegara VII untuk membuat saluran radio ini muncul usai beliau mendengarkan siaran langsung pidato Ratu Wilhelmina dari Laboratorium Phillips, Belanda. Mangkunegara VII menemukan inspirasi dan menganggap radio bisa dijadikan salah satu cara untuk melawan budaya Barat.
Sembari mengikuti perkembangan teknologi komunikasi yang terjadi pada masa pemerintahannya dan memastikan kondisi keuangan kerajaan stabil, akhirnya Mangkunegara VII membuat kebijakan berani dan revolusioner di masa itu dengan membeli sebuah pemancar bekas dari Djocjasche Radio Vereeniging.
Pada Jum'at (1 April 1933), rapat pengadaan pemancar baru diselenggarakan di Gedung Societet Sasana Soeka (kini Monumen Pers Nasional). Pada rapat itu hadir Sarsito, RM Soetarto Hardjowahono, Lim Tik Liang, RT Dr Marmohoesodo, Tjan Ing Tjwan, Louwson, Wongsohartono, Tjiong Joe Hok, dan Prijihartono...