Sambal Tumpang Warung Garuda Kediri, Pedasnya Bikin Nangis
Reporter
Eko Arif Setiono
Editor
Sri Kurnia Mahiruni
12 - Feb - 2022, 11:38
JATIMTIMES - Warung Garuda yang berada di kawasan pecinan tak pernah sepi dari para pembeli Warung semi permanen yang beratapakan seng tersebut tepatnya berada di jalan Yos Sudarso Kota Kediri berdekatan dengan bangunan cagar budaya Klenteng Tjoe Hwie Kiong.
Warung yang berdiri kokoh di atas trotoar ini sebenarnya tidak terlalu luas berbentuk panjang menyamping. Namun masih kalah dengan panjangnya antrean para pembeli.
Baca Juga : IWAPI Lamongan Kenalkan Kekayaan Budaya Daerah Sejak Dini
Seluruh pegawai tampak sibuk hilir mudik mengantarkan makanan para pembeli, sebagian yang lainnya menyiapkan minuman. Warung ini seperti warung pada umumnya, hanya meja kursi sederhana di sepanjang trotoar menyediakan untuk pembeli yang ingin makan di tempat.
Warung Garuda ini terkenal harganya yang murah sekaligus masakannya yang lezat.
Saat Jatimtimes.com sedang berbincang dengan sang pemilik warung, tiba - tiba asap tipis perlahan memasuki rongga penciuman saya saat wadah tempat sayur dibuka. Bau yang khas sambal tumpang membuat saya tidak sabar ingin cepat menikmati makanan khas Kediri ini.
Warung Garuda milik Bu Ari Utami ini berdiri sejak 1982, yang sebelumnya dinahkodai oleh ibunya. Bu Ari sendiri memulai meneruskan usaha sang ibu sejak 2003. Diberi nama warung Garuda karena warung ini tepat berada di depan gedung bioskop Garuda.
"Sebelum berjualan sendiri saya membantu berjualan ibu di pojok Klenteng Tjoe Hwie Kiong, walaupun hasilnya tak seberapa yang penting cukup. Ia di diajari ibunya memasak sejak kecil, resep turun temurun dari sang ibu diwariskan kepadanya," kata Ari Utami sapaan akrab Bu Ari.
Memasuki tahun 2003, Bu Ari bersama suaminya memulai menggantikan usaha sang ibu karena ibunya sudah memasuki usia lanjut. Bersama suaminya ia mendapatkan sebuah tempat yang menurut mereka sangat strategis jika dibuka warung makan.
Tepatnya di depan Bioskop Garuda, yang sering dilewati orang melintas bahkan dari luar kota. "Akhirnya kami coba berjualan di situ hingga siang," kata bu Ari sambil tersenyum.
Ia bercerita, awal mula berjualan hanya menghabiskan 5 kg beras, bahkan lauk yang ia sajikan juga terbatas. Seluruh lauknya dimasak secara dadakan, ketika ada yang pesan.
Beberapa tahun berlalu, bu Ari dan suami tetap bertahan di warung kecil yang kadang ramai dan sepi itu...