Mengenal Soto 'Ndodok', Warung Kuliner Jadul di Turen Malang
Reporter
Riski Wijaya
Editor
Yunan Helmy
08 - Aug - 2021, 02:36
MALANGTIMES - Nama masakan soto mungkin sudah tidak asing bagi orang Indonesia. Termasuk di wilayah Malang, Jawa Timur.
Namun sensasi yang berbeda akan ditemui di Warung Soto 'Ndodok'. Begitu orang mengenal warung masakan soto yang ada di Desa Sananrejo, Kecamatan Turen, itu.
Baca Juga : Ini Dia 4 Restoran Terbaik di Pittsburgh Amerika
Jika dilihat sekilas, hampir tidak jauh berbeda dengan warung soto pikul yang sudah banyak ditemui. Namun di warung milik Sukadi ini, ada suasana jadul (zaman dulu) yang dirasakan.
Warung milik pria yang berusia sekitar 70 tahun ini berupa bangunan semi-permanen dari kayu. Pikulan yang ia jadikan tempat jualan juga terlihat 'oldiest'. Terbuat dari bambu dan rotan. Bambu dan rotan itu terlihat masih kokoh walaupun sudah tampak kusam karena termakan usia.
Selain itu, Sukadi menggunakan kayu, bukan arang, untuk membuat masakannya tetap hangat. Jadi, kesan jadul semakin bisa dirasakan.
Sukadi tidak ingat persis berapa lama dia sudah berjualan soto khas Madura resep warisan dari orang tuanya itu. Hanya beberapa hal yang dia ingat, yang ia jadikan patokan sejak kapan ia berjualan soto.
"Kulo riyen niku mulai sadean pas dalan ngriki tasih sepi (saya dulu jualan di sini waktu jalanannya masih sepi). Paling nggih umur 15 (paling dari umur 15 tahun)," ujarnya sembari menunjuk jalan raya di depan warungnya.
Namun, dengan tampilan warung dan pelayanan yang terkesan jadul, bukan berarti masakan soto yang disajikan juga asal-asalan. Rasa soto khas Madura yang gurih sangat memanjakan lidah. Biasanya, pengunjung ditawari lebih dulu, mau pakai nasi atau lontong.
"Niki resep e wong tuwo kulo. Riyen nggih sadean soto (ini resep orang tua saya. Dulu juga jualan soto," imbuh dia.
Pria asal Pamekasan ini biasanya berjualan mulai pukul 09.00 WIB. Dan pulang setelah semua masakannya habis. Dia tidak tahu pasti, berapa porsi yang bisa ia jual dalam sehari. Hanya, biasanya ia pulang sekitar pukul 19.00, setelah jualannya habis.
"Kulo mboteng ngitung per mangkok (saya ndak ngitung berapa porsi). Pokok e, saben dinten kulo adang sego 5 kilo (pokoknya, setiap hari saya menanak nasi 5 kilogram). Nek telas e nggih mboten mesti, kadang jam pitu, kadang nggih jam telu sore, nek pas rejeki (kalau habisnya ya tidak tentu, kadang jam 19.00 kadang ya jam 15.00 sore kalau pas rejzekinya sudah habis," ungkap Sukadi dengan logat Madura yang khas...