KH Said Aqil Siradj: Ada Empat Semangat Melestarikan Islam Nusantara
Reporter
Rully Novianto
Editor
Redaksi
02 - Aug - 2015, 06:35
JATIMTIMES, JOMBANG - Ada empat semangat yang menjadi pegangan Nahdlatul Ulama (NU) untuk melestarikan Islam Nusantara di Indoensia dan dunia. Empat hal itu yang diwariskan oleh para Walisongo dan para ulama NU.
"Empat semangat itu, yang selama ini menjadi pegangan dan warisan dari Walisongo dan para ulama NU. Pertama, adalah ruhuddin atau semangat keagamaan," jelas Ketua Umum Tanfidziyah PBNU, KH Said Aqil Siradj.
Kiai Said menggaris bawahi bahwa penekanan dalam semangat beragama bukan berarti mengkonstitusikan agama menjadi dasar negara atau melegal formalkan agama. Semangat keagamaan yang sesungguhnya adalah terletak pada akhlak.
Karena agama tanpa akhlak bukanlah prinsip beragama yang sesungguhnya. Kiai Said mencontohkan bahwa keindahan akhlak yang selama ini ditunjukkan para ulama Nusantara diterapkan oleh almarhum Kiai Bisri Syamsuri yang dikenal tegas dalam berfikih sekaligus lentur dalam menyikapi segala problematika bangsa.
Semangat kedua rinci kiai Said, yang perlu dilestarikan adalah semangat nasionalisme. Kali ini, contoh yang diangkat adalah sikap dari Hadratus Syaikh KH Hasyim Asyári, pendiri Nahdlatul Ulama yang berpesan kepada anaknya Kiai Wahid Hasyim agar tidak mempertentangkan antara Islam dan nasionalisme.
Karena menurut Kiai Hasyim, dua khazanah tersebut saling melengkapi. “Islam menjadi kuat di suatu kawasan karena ada semangat kebangsaan yang menyala di dada dan bangsa ini bisa menjadi kokoh karena diisi dengan nilai-nilai Islam," kata kiai Said.
Untuk itu, dari semangat kebangsaan ini, kiai Said menegaskan wajib bagi rakyat Indoensia, terutama warga nahdliyin, untuk terus menjaga keutuhan bangsa Indoensia. "Baik secara geografis maupun teritorial, serta menjaga kemandirian politik, hukum, ekonomi dan budaya," katanya.
Ruuhud taáddudiyah atau semangat kebhinekaan ini jelas kiai Said, adalah bagian ketiga dari semangat melestarikan Islam Nusantara yang harus dijaga. Dalam kaca mata kiai Said, kebhinekaan merupakan fitrah yang dimiliki oleh bangsa ini dan tidak ada negara lain di dunia ini yang memiliki kekayaan budaya dan begitu banyak suku, budaya, dan adat istiadat.
"Di atas sajadah Nusantara inilah kita belajar memahami firman Allah walau syaállahu lajaa’lakum ummatawwahidatan,” kata kiai kelahiran Cirebon 3 Juli 1953 ini. Firman tersebut memiliki makna bahwa sesungguhnya Allah bisa saja menjadikan manusia itu hanya terdiri dari satu bangsa, namun kenyataannya Allah menghendaki adanya keragaman bangsa untuk menegakkan prinsip litaa’rofu atau prinsip saling mengenal di antara manusia.
Terakhir, semangat yang harus dijaga adalah ruuhul insaniyah atau semangat kemanusiaan. Dengan semangat ini menurut kiai Said, dunia tanpa peperangan dan tanpa senjata pemusnah massal bukan hanya akan menjadi angan-angan belaka...