JATIMTIMES - Temuan terbaru dari tim peneliti Ecological Observation and Wetlands Conservation (ECOTON) mengungkap fakta mencengangkan, yakni adanya paparan mikroplastik dari air hujan wilayah Malang Raya. Hasil tersebut didapati dari sampel air hujan yang dikumpulkan pada 7–9 November 2025.
Sampel air hujan itu diambil dari lima lokasi. Yakni di Kota Malang dari Sudimoro, Gadang, dan Merjosari, Blimbing dan Kabupaten Malang di Singosari. Dari lima wilayah ini positif terkontaminasi mikroplastik.
Baca Juga : Pelantikan Pengurus IKA PMII Kediri Raya, Begini Pesan Gus Qowim
Dengan konsentrasi tertinggi ditemukan di Blimbing, Kota Malang sebesar 98 partikel per liter. Jenis partikel yang paling dominan adalah fiber (serat halus dari plastik sintetis) yang menyumbang lebih dari 80 persen dari total partikel yang terdeteksi.
Selain itu, juga ditemukan film atau filamen yang umumnya berasal dari kantong plastik tipis dan fragmen, yakni pecahan kecil plastik keras hasil degradasi limbah rumah tangga.
Kepala Laboratorium Mikroplastik ECOTON, Rafika Aprilianti, mengatakan bahwa partikel mikroplastik dapat terbawa ke atmosfer dan akhirnya turun kembali ke permukaan bumi melalui proses yang disebut deposisi basah (wet deposition).
“Saat masyarakat membakar sampah plastik, partikel plastik berukuran sangat kecil ikut terlepas ke udara bersama asap dan debu. Partikel ini kemudian terbawa angin, mengembun di atmosfer, dan akhirnya turun kembali bersama butiran air hujan,” jelas Rafika, Rabu (12/11/2025).
Ia menambahkan, mekanisme tersebut membuktikan bahwa udara kini menjadi media baru penyebaran plastik, memperluas ancaman polusi mikroplastik tak hanya di air dan tanah, tetapi juga di atmosfer. Dari hasil pemetaan sumber kontribusi mikroplastik yang dilakukan Ecoton, menunjukkan bahwa pembakaran sampah plastik menjadi penyumbang terbesar, yakni 55 persen dari total kontaminasi.
Selain itu, sektor transportasi juga memberi kontribusi signifikan hingga 33,3 persen, terutama akibat abrasi ban kendaraan dan aspal jalan. Sementara itu, aktivitas rumah tangga seperti proses laundry dan limbah tekstil domestik menyumbang 27,7 persen, serta limbah kemasan plastik yang tidak terkelola sebesar 22 persen.
Baca Juga : Air untuk Daun Emas: Irigasi Tersier DBHCHT Angkat Produktivitas Petani Tembakau Blitar
Menurut Rafika, data ini mengindikasikan bahwa mikroplastik dapat berpindah lintas medium, dari darat ke udara hingga akhirnya masuk kembali ke sumber daya air melalui hujan. “Polusi mikroplastik kini bukan lagi sekadar masalah lingkungan perairan. Ia telah menjadi persoalan kualitas udara dan kesehatan manusia,” tegas Rafika.
Dengan adanya temuan ini, Rafika berharap menjadi peringatan dini bagi masyarakat dan pemerintah daerah untuk mengendalikan pembakaran sampah terbuka serta meningkatkan pengelolaan sampah plastik yang berkelanjutan.
Rafika menegaskan, tanpa perubahan kebijakan dan perilaku masyarakat, mikroplastik akan terus berputar dalam siklus alam turun bersama hujan, masuk ke air tanah, sungai, dan akhirnya ke tubuh manusia.