JATIMTIMES - Berdasarkan laporan Shahab yang dikutip dari Yerusalem Post, para mata-mata Israel di Palestina ditangkap setelah Hamas menerima data dan dokumen yang dianggap berbahaya. Dokumen tersebut mencakup nama-nama warga Gaza yang berkolaborasi dengan pasukan Israel.
Menariknya, penangkapan sekelompok agen rahasia ini berbalik melawan Israel. Hamas mengklaim bahwa dari agen rahasia Israel, pasukan pejuang Palestina ini memperoleh harta karun strategis. Yaitu berupa informasi tentang penggunaan teknologi oleh Shinbet, serta cara agen rahasia berkomunikasi dan bekerja dengan agen lainnya.
Baca Juga : 5 Rekomendasi Foundation Favorit Para MUA, Makeup Tahan Lama Seharian di Hari Lebaran
Oleh karena itu Badan Intelijen Hamas, yang dalam hal ini diwakili oleh pasukan Almaj, menyatakan bahwa Hamas mengetahui metode kerja para agen Israel. Termasuk cara kerja agen Israel yang bernama Mossad.
Terkait dengan cara kerja agen Israel dalam memata-matai Hamas dan negara-negara muslim di Timur Tengah, seorang penulis asal Mesir Ibrahim Al Arabi secara rinci mengungkapkan hal tersebut. Yakni diungkap secara rinci melalui bukunya yang berjudul "Jawa Is A Khawana".
Adapun buku tersebut ditulis berdasarkan kisag salah satu mata-mata bernama Fadil Abdullah, yang berhasil tertangkap oleh pemerintah Mesir.
Percaya atau tidak, selama menjadi agen rahasia Israel, Fadil Abdullah berkamuflase selayaknya seorang ulama. Yakni dengan berpenampilan saleh dan berperawakan berjanggut panjang.
Dia dengan rendah hati mengorganisasi kelompok keagamaan dan menyampaikan khutbah kepada umat Islam. Saking sempurnanya perannya, Fadil Abdullah juga mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan jemaah seputar agama Islam. Bahkan Fadil juga memberikan nasihat tentang urusan hidup, sesuai dengan ajaran Islam. Di Kota Yerusalem, dirinya terkenal dengan panggilan Syekh.
Tak hanya itu. Setiap habis salat, Fadil Abdullah mendoakan para Mujahidin di Palestina, memotivasi mereka untuk berperang dan berjihad. Juga mendoakan kemenangan para pejuang muslim atas musuh-musuh mereka.
Baca Juga : Aghnia Menduga Agensi Penyalur Suster The Val Consultant Problematik
Dalam buku "Space of No Country", kisah mata-mata Israel di Palestina sendiri sudah ada dan dibentuk sejak pertengahan abad ke-19. Saat itu organisasi Zionis sedang mencari imigran Yahudi yang bisa berbahasa Arab untuk menembus Palestina dan Arab sebagai bagian dari upaya perekrutan mereka.
Dalam proses seleksi, mata-mata Yahudi dipilih dengan sangat hati-hati dan ketat. Para mata-mata Israel harus mengikuti beberapa persyaratan yang harus dipenuhi.
Persyaratan ini melibatkan orang-orang Arab asli yang menguasai bahasa Arab, pernah menetap lama di negara-negara Arab dan mampu berbicara dengan dialek daerah tempat mereka dilahirkan.
Setelah direkrut, para mata-mata Israel tersebut menjalani pelatihan intensif selama bertahun-tahun. Pelatihan ini melibatkan keluar masuk kota-kota Arab di sekitar Palestina. Tujuannya untuk mempelajari gaya bicara dan bahasa setempat.