Jatim Times Network Logo
Agama Ekonomi Gaya Hukum dan Kriminalitas Kesehatan Kuliner Olahraga Opini Otomotif Pemerintahan Pendidikan Peristiwa Politik Profil Ruang Mahasiswa Ruang Sastra Selebriti Tekno Transportasi Wisata
Peristiwa

Heboh Balas-balasan Cuitan Mahfud vs Tifatul soal "Fatwa MUI Tak Wajib Diikuti"

Penulis : Desi Kris - Editor : Yunan Helmy

26 - Nov - 2021, 14:19

Placeholder
MUI (Foto: blockchain.news)

JATIMTIMES - Menko Polhukam Mahfud Md kembali menjadi perhatian di media sosial. Pasalnya, Mahfud saling berbalas cuitan dengan anggota DPR RI dari Fraksi PKS Tifatul Sembiring terkait fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI). 

Hal itu berawal dari pertanyaan seorang pengguna Twitter kepada Mahfud soal apakah Fatwa MUI boleh tidak diikuti. Dipantau MalangTIMES.com Jumat (26/11/2021), saling balas cuitan ini berawal dari pertanyaan akun Twitter @kh_notodiputro ke Mahfud Md soal fatwa MUI.

Baca Juga : Rangkul Jurnalis, Pertamina Regional Indonesia Timur Gelar Media Gathering

Dia bertanya soal Mahfud yang disebutnya pernah mengatakan bahwa  fatwa tidak harus diikuti karena merupakan pendapat. Akun @kh_notodiputro juga bertanya ke Mahfud apakah ucapannya itu benar atau tidak. 

Pertanyaan itu kemudian langsung direspons oleh Mahfud.  "Tidak salah, Prof Khairil. Sejak dulu sampai dengan sekarang fatwa MUI atau fatwa siapa pun tak harus diikuti. Jangankan fatwa MUI, fatwa MA yang lembaga peradilan negara saja tak harus diikuti. Yang mengikat kalau dari MA adalah vonisnya, bukan fatwanya. Tapi kalau pihak-pihak sepakat memakai fatwa ya dibolehkan," ujar Mahfud dalam akun Twitter-nya, @mohmahfudmd.

"Kalau dalam hukum Islam, fatwa hanya pendapat hukum berdasar istinbath dari Qur'an dan/atau Sunnah. Setiap orang punya pendapat yang sering saling berbeda. Maka lahirlah berbagai pendapat dalam aliran-aliran fikih, seperti Hanafi, Syafii, Maliki, Hambali. Kita tak harus ikut Maliki tapi boleh kalau mau," sambung Mahfud. 

Kemudian, ada pengguna akun Twitter lain yang mempertanyakan mengapa ada sertifikasi halal. Mahfud pun menjawab sertifikasi halal itu bukan fatwa MUI.

"Tanyanya. sertifikasi itu bukan fatwa, tapi penanda barang yang halal menurut MUI yang kewenangannya untuk menandai diberikan oleh UU. Kalau orang Islam tak memilih barang yang halal menurut MUI, itu tidak ada sanksinya. Orang Islam makan daging babi saja tidak ada sanksi hukumnya. Ya, dosa saja," ucap Mahfud.

Ucapan Mahfud itu lalu dikomentari oleh Tifatul Sembiring. Tifatul mengatakan, sesuatu yang sudah difatwakan oleh ulama harus diamalkan.

"Fas aluu ahladz dzikri inkuntum laa ta'lamuun. Tanyakan pada ulama, jika engkau tak mengerti. Nah kalau sudah difatwakan, ya amalkan dong. Kalau nggak, ngapain nanya? Wamaama'nafatwa," tulisnya dalam akun @tifsembiring.

Mahfud lalu membalas pendapat Tifatul tersebut. Ia mengatakan fatwa itu macam-macam dan berbeda-beda sehingga bisa dipilih mana yang diikuti.

"Loh fatwanya kan macam-macam dan beda-beda. Misal, soal ucapan Natal, Bunga Bank, Memilih Pimpinan antara fatwa MUI, NU, Muhammadiyah sering beda-beda. Jadi boleh ikut atau tak ikut yang mana saja. Itu maksudnya," ucap Mahfud.

Cuitan Mahfud itu lalu dijawab lagi oleh Tifatul. Ia mengatakan orang yang bertanya tentang sesuatu kepada ulama harus mengikuti fatwa yang dikeluarkan ulama untuk menjawab pertanyaan tersebut. 

Baca Juga : Peringati Hari Guru Wali Kota Kediri Mas Abu Apresiasi Guru-Guru Kreatif

"Maaf Prof, fatwa itu dikeluarkan ulama kan jika ada yang bertanya tentang suatu masalah agama. Lalu dijawab, tentu yang bertanya harus ikuti itu. Setuju, pendapat ulama itu beda-beda. Silakan minta fatwa kepada ulama yang diyakini. Lalu ikuti. Sesuai perintah Al-Qur'an. Wallahu Alam bisshowwab," ujar Tifatul.

Mahfud lalu membalas lagi ucapan Tifatul. Ia mengaku setuju dengan pendapat Tifatul terkait fatwa mesti diikuti, namun bukan secara yuridis.

"Setuju, Ustaz Tif. Secara etis (bukan secara yuridis) jika minta fatwa mestinya fatwanya diikuti. Tapi itu etis saja, tidak harus. Selain itu, banyak fatwa MUI, NU, Muhammadiyah, dan lain-lain yang dikeluarkan bukan karena ditanya tapi hanya merespons kontroversi di publik. Misal soal Porkas dan memilih pemimpin," ujar Mahfud.

"Prof Atho' Mudzhar dulu menulis disertasi (sudah dibukukan) tentang fatwa MUI. Setelah Nabi wafat, para sahabat Nabi dulu jika dimintai fatwa saling tunjuk untuk menjawab. A menunjuk B terus ke C, D, terus menghindar dan saling tunjuk hingga akhirnya kembali ke A lagi. Banyak pesan dari ibrah ini," sambung Mahfud.

Cuitan itu lalu dibalas lagi oleh Tifatul. Ia mengaku membiasakan diri patuh terhadap ulama. "Muwaffaq Prof. Poin saya lebih kepada membiasakan nunut ulama. Mohon maaf, semoga berkenan. Semoga Allah karuniai kesehatan, Prof," cuit Tifatul. 

Mahfud pun mengaku berkenan dengan pendapat Tifatul. Ia mengatakan perdebatan antara dirinya dengan Tifatul memberi pemahaman ke masyarakat. Mahfud lantas menutup perdebatan soal fatwa MUI ini dengan pantun.

"Saya berkenan dan suka, Ustaz Tif. Diskusi kita memberi pemahaman kepada masyarakat tapi tidak dengan cara menggurui. Cari parkiran muter-muter, tomat dimakan bersama sate, tukar pikiran lewat Twitter, Umat paham tanpa merasa didikte. Wajah dengan air mata bahagia, tertawa berguling di lantai, pantun saya benarkah Salami alaik," tulis Mahfud. 


Topik

Peristiwa



JatimTimes Media Terverifikasi Dewan Pers

UPDATE BERITA JATIM TIMES NETWORK

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari JatimTIMES.com dengan klik Langganan Google News Jatimtimes atau bisa menginstall aplikasi Jatim Times News melalui Tombol Berikut :


Penulis

Desi Kris

Editor

Yunan Helmy