JATIMTIMES - Fenomena La Sape di Kongo saat ini masih menjadi perhatian warga setempat. Pasalnya, gerakan ini menjunjung keanggunan dalam gaya berpakain dan tata krama layaknya pesolek pada zaman kolonial.
Melansir melalui The Culture Trip, La Sape merupakan kelompok yang sudah ada sejak lama di Kongo. Sapeur (sebutan bagi anggota La Sape) biasanya mengenakan pakaian mewah layaknya kaum bangsawan. Mereka bahkan rela mengutang demi bisa dianggap sebagai kaum berstrata sosial tinggi. Meski faktanya, mereka kesulitan untuk makan sehari-harinya.
Baca Juga : Mirip Demo, Calon Kades di Tulungagung Ini Kampanye Sendirian Keliling Kampung Bawa Megaphone
Konon fenomena ini terjadi saat Kongo berada di masa kolonial Perancis. Kala itu terdapat tuan tanah yang memberi upah kepada buruhnya berupa pakaian hingga mereka menirukan gaya orang Prancis tersebut.
Melalui informasi artikel La Sape: Tracing the History and Future of the Congo's Well Dressed Men, la sape dibentuk oleh remaja asal Kongo yang pindah ke Paris, Prancis bernama Jean Marc Zeita. Zeita disebut membentuk perkumpulan imigran muda asal Kongo bernama Aventuries.
Dalam perkumpulan Aventuries itu, para remaja meniru cara berpakaian orang Prancis. Kemudian pakaian itu dibawa pulang ke kampung halaman mereka.
Melansir melalui tayangan YouTube RT Documentary, kerap kali kebiasaan Sapeurs ini membawa dampak yang buruk pada hidup mereka. Mereka rela tidak makan, meminjam hingga mencuri uang demi untuk berpakaian mewah.
Baca Juga : Sekumpulan Semangat Untuk Menjalani Hidup
Diketahui, harga busana Sapeurs rata-rata 3 kali lipat lebih besar dari penghasilan bulanan mereka. Selain itu, tersedia pula penyewaan baju mewah. Kendati demikian, beberapa dari mereka saat ini tengah berusaha untuk menemukan keseimbangan antara penampilan dan pengeluaran.