MALANGTIMES - Ditangan mahasiswa Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang ini, limbah sayuran ataupun buah-buahan yang selama ini dibuang dan dianggap sampah menjadi sesuatu hal yang termanfaatkan dengan baik, bahkan kembali berdaya guna.
Mahasiswa Teknik Kimia bernama Nur Hendri Wahyu Firdaus, wisudawan terbaik wisuda ke 64 dan 65 ITN Malang Tahun 2021, mengubah limbah organik menjadi MOL atau Mikroorganisme lokal yang dimanfaatkan sebagai starter dalam pembuatan pupuk organik cair.
Baca Juga : Eksis di Era Pandemi, Organisasi Dituntut Berinovasi dan Ciptakan Strategi
Berbagai jenis limbah sayuran ataupun buah, seperti halnya wortel, kubis, kangkung, kemudian buah seperti mangga, pisang ataupun nanas, bisa dimanfaatkan untuk olahan pupuk cair tersebut. Mengawali pemprosesan, masing-masing jenis limbah tersebut kemudian dicacah dan dimasukkan ke dalam tangki atau fermentor. Hal itu merupakan wadah di mana di dalamnya sel (mikrobia) mengubah bahan dasar menjadi produk.
“Pembuatan MOL dengan limbah organik bermanfaat untuk pupuk cair sebagai bioaktivator, karena mengandung berbagai mikroorganisme yang mampu mendegradasi limbah. Prosedur yang saya gunakan hampir mirip dengan prosedur pembuatan pupuk, yaitu fermentasi. Selain limbah sayuran dan buah-buahan saya juga menambahkan limbah whey keju. Ini merupakan inovasi, karena whey keju mengandung bakteri,” terangnya.
Dalam pemrosesan MOL, botol air mineral bekas juga turut termanfaatkan. Dalam hal ini botol tersebut digunakan sebagai pengganti tangki. Setelah limbah limbah sayur maupun buah dan Whey keju dimasukkan ke dalam botol, Kemudian ditambahkan berupa nasi basi sebagai sumber karbohidrat dan larutan gula sebagai sumber nutrisi.
"Dari situ, masing-masing botol kemudian ditutup dan difermentasi selama tujuh hari. Whey (laktoserum) sendiri merupakan limbah dari proses pembuatan keju yang mengandung banyak bakteri Lactobacillus," terangnya.
Setelah itu, endapan dalam botol dilakukan pemfilteran atau penyaringan dan kemudian diteliti maupun dianalisa secara mikrobiologi mengenai kandungan dalam pupuk tersebut.
“Perbedaan dari penelitian-penelitian sebelumnya adalah tidak ada yang mengidentifikasi. Bahkan mulai dari bahan baku yang saya gunakan juga berbeda. Saya analisanya juga lebih spesifik ke kandungan mikroba dalam larutan dan jumlah populasi,” imbuhnya.
Baca Juga : Mudik Dilarang, Tradisi Unjung-Unjung Lebaran Tetap Diperbolehkan di Kota Malang
Setelah melakukan berbagai macam percobaan dan dengan waktu selama satu bulan lamanya, akhirnya memperoleh hasil yang cukup memuaskan. Penelitian yang menghabiskan biaya sekitar Rp 800 ribu itu menghasilkan jenis mikroorganisme dan jumlahnya berbeda-beda dari tiap sampel.
Dari kedua jenis limbah tersebut didapat hasil terbaik adalah dari jenis limbah buah-buahan. Dengan jumlah populasi bakteri lebih tinggi dan juga jenis mikroorganismenya lebih terbaik.
"lalu dengan limbah atau endapannya karena sebuah penelitian tidak boleh masuk kan Mbak maka k-on depan itu dimanfaatkan sebagai kompos sedangkan yang penuh cair merupakan mikroorganisme untuk pengganti EM4 dalam pembuatan pupuk cair. Memakai pupuk cair Ini hasilnya di tanaman yang tidak panas. Tapi kalau biasanya masyarakat banyak yang menggunakan EM4, harganya mahal dan kalau diaplikasikan kan ke tanaman panas,"pungkasnya