Suprihatin, begitulah orang-orang memanggilnya. Membuka warung kopi kecil di Komplek Pasar Burung Srijaya, Oro-oro Ombo, Madiun. Demi bertahan hidup dengan kedua cucunya, dia rela melawan peraturan pemerintah (untuk tidak memasang bangku dan tidak melayani pembeli yang makan ditempat).
Di tengah krisis ekonomi global ini, pihaknya mengungkapkan kekecewaannya terhadap jajaran kabinet Jokowi yang tidak adil dalam melakukan pembagian bantuan. Baik berupa sembako, maupun uang tunai.
"Ket mbien q ra nate entuk bantuan blass.. Malah seng dulur-dulure RT podo entuk kabeh (Dari dulu tak pernah mendapat bantuan sama sekali...Malah saudara-saudara RT yang dapat semuanya, red)," ungkap Suprihatin sembari membuatkan kopi untuk pembeli.
Saat ini memasuki bulan puasa, sedangkan pandemi COVID-19 belum selesai. Pihaknya menjelaskan bahwa ketika awal pandemi saja pendapatannya menurun drastis, ditambah lagi bulan puasa seperti ini tambah parah.
Beberapa minggu yang lalu, pihaknya sempat diminta oleh Ketua RT untuk mengumpulkan fotocopy Kartu Keluarga dan KTP. Namun, ketua RT tidak memberikan alasan ketika ditanya untuk apa mengumpulkan fc KK dan KTP.
"Wes to manuto wae.. Ndang di gowo rene! (Sudah Patih saja...Cepat bawa ke sini, red)," jelas Suprihatin menirukan ucapan sang RT.
Selang beberapa minggu, pihaknya mendengar kabar bahwa di lingkungan tempatnya tinggal ada beberapa keluarga yang mendapatkan bantuan sembako.
Spontan, Suprihatin datang ke Ketua RT dengan harapan mendapatkan sembako untuk menyambung hidup. Namun jawaban dari RT tersebut menyakitkan hati.
"Awakmu gak entuk bantuan mbah (Dirimu tak mendapat bantuan Mbah, red)," jawab Ketua RT.
Dengan hati kecewa dan badan yang lemas, Suprihatin pulang tidak membawa apapun. Dia hanya berharap, agar pemerintah lebih selektif kembali dalam memilih jajarannya, agar hal seperti ini tidak terjadi berulang kali.