Malakis
*dd nana
1/ Jangan percaya, percayalah pada saya
yang tidak pernah percaya pada segala
yang bercahaya. Yang menyilaukan mata
karena untuk percaya, percayalah kita
butuh tekad menjulang sekeras batu karang.
2/Cinta meminta matamu buta
lantas mengunyah raga menjadi remah-remah
serupa roti yang diremukkan
hingga tak ada lagi yang mengingat bentuk awal dia dicipta.
Selesai?
Tidak. Cinta akan menerbangkan remahan itu ke tanah tandus. Serupa Golgota yang digemburkan tetes darah.
Kau dipaksa untuk menjadi ibu sekaligus ayah
yang pemurah dan tak pernah bersabda, "jadilah kau batu. Lumerkan mereka dengan kuasa-Mu. Tenggelamkan para pendosa itu."
Cinta juga memintamu untuk membelah setiap inci raga
Membagi-bagikannya dalam cawan emas yang kau minta pada
Tuhan.
Selesai?
Tidak. Cinta masih akan memintamu dan memintamu
sampai kau lupa pada permintaan ragamu sendiri.
Malakis, ucapmu. "Aku hanya meminta hangat hatimu, seperti kau meminta hangat tubuhku. Adil bukan?".
3/Lelaki itu bukan sisifus yang kau kenal lewat kisah
Entah kenapa juga orang tuanya menamakannya demikian
Sebagai sisifus, dia bukanlah sisifus
yang gahar menundukkan langit, tapi tunduk atas takdir
dan pasrah atas titah yang merantai segala rantaunya.
Tapi, percayalah namanya sisifus
seperti yang tercetak pada kartu tanda penduduknya
yang terbakar oleh inginnya untuk mencuri sesuatu dari langit
"Aku ingin secarik langit, cukup seukuran eternit kamarmu saja."
Kau sebagai lawan bicaranya, tertawa, dengan mata sedikit terpejam karena rasa geli atas hasratmu itu.
Tapi sisifus berpikiran lain. Tawa itu membuat jantungnya berdentum. "Kok bisa Tuhan mencipta makhluk begitu sempurna," batinnya terpana.
"Ambilkan aku bintang saja. Bintang kecil yang mampu kusematkan di dada," ujarnya sambil membusungkan dada yang tak seharusnya juga dibusungkan itu.
Percayalah, sisifus masihlah sisifus, walau bukan sisifus dalam kisah-kisah yang pernah kau dengar itu.
"Kalau aku bisa, apa hadiahnya," tanya Sisifus yang hampir mampus menahan gemuruh yang diantarkan lawan bicaranya itu.
"Cinta."
Sejak itulah Sisifus pun belajar menjadi Ikarus
untuk menggapai langit. Dan mematut dirinya sebagai Sol.
Serta belajar merayu kepada Don Juan, karena Sisifus tahu
ada Selena yang harus ditundukkannya.
"Aku siap untuk merengkuh cinta," tegasnya di senja yang singgah di beranda rumahnya.
Wajahnya serupa Sisifus dalam kisah
Nasibnya, semoga dijauhkan dari takdir rantai dan batu yang siap mengawininya.
Karena sisifus masih diperlukan di negeri ini, disaat anak-anak muda terbakar matanya di jalanan
dan masih saja meneriakkan, "di mana keadilan."
"Sialan, aku Sisifus bukan ratu adil. Juangku untuk cinta. Sedang jalanan sudah aku khatamkan sejak lama. Saatku untuk terbang kini."
Malakis, ucapmu.
Kau hanya lelah menginjak tanah karena kalah
Kau hanya lelah dengan omong kosongmu sendiri
yang memantul dan menampar parasmu sendiri.
Sisifus tertegun
dan berbisik serupa angin sore hari, "aku hanya butuh cinta, mulukkah?".
4/Please, jangan percaya pada yang menebalkan
kata-kata yang terlalu menggelora
pada suara-suara yang melebihi hingar hempas gelombang
Pada segala yang mendayu-dayu dan ingin kau dengar.
Surgamu ada di bawah telapak kaki ibumu
Percayalah.
*hanya penikmat kopi lokal