Amien Rais kembali melontarkan pernyataan yang membuat berbagai elemen kembali ramai menanggapinya.
Setelah menyampaikan terkait betapa aibnya partai politik yang mendukung Prabowo-Sandiaga kalau menyebrang ke kubu Jokowi-Ma'ruf hanya untuk mendapat kursi ecek-ecek, ketua Dewan Kehormatan PAN itu juga menyampaikan, bila rezim sepakat dalam konteks rekonsiliasi yang didengung-degungkan, maka dirinya meminta porsi kursi dengan persentase 55-45.
"Kalau mau rekonsiliasi, tentukan dulu platformnya. Mau diapakan Indonesia ini? Prabowo sudah bicara di mana-mana pentingnya kedaulatan pangan, energi, tanah, air, dan lain-lain. Kalau itu disepakati, ayo bagi 55-45. Itu masuk akal. Kalau sampai disepakati, berarti rezim ini balik kanan, sudah jalan akalnya," kata Amien menyikapi wacana rekonsiliasi setelah pertemuan MRT antara Jokowi dan Prabowo beberapa waktu lalu.
Amien juga menyentil Jokowi yang dianggapnya begitu getol mengajak rekonsiliasi. Hal itu, lanjutnya, sebagai bentuk tidakyakinan Jokowi yang telah memenangkan kontestasi Pilpres 2019.
"Katanya menang? Katanya nggak ada kecurangan, menang telak, ngapain ngajak-ngajak. Saya kira itu menunjukkan mereka tidak yakin. Menang curang. Kalau mereka itu menang ya sudah pesta pora di mana-mana, tapi ini ketemu," ujarnya pula.
Berbagai pernyataan Amien inilah yang membuat berbagai kalangan kembali bereaksi. Misalnya dari PPP melalui Wasekjen Ahmad Baidowi yang menilai pernyataan Amien menjadi ambigu, lucu dan membuat sosok kenegarawanannya hilang.
Baidowi mengatakan, menjadi lucu pernyataan Amien terkait permintaan kursi 55-45 itu.
"Katanya tak mau tergoda kekuasaan hanya gara-gara rekonsiliasi. Ternyata yang nggak mau kalau ecek-ecek kursinya, kalau pembagiannya rupanya mau. Kenegarawannya Pak Amien Rais ini nyaris lenyap," ungkapnya. Pola permintaan Amien pun dianggap hanya didasarkan pada orientasi haus kekuasaan.
Sekjen PDI-Perjuangan Hasto Kristiyanto juga menegaskan, tidak ada alokasi pembagian persentase jatah kursi menteri terkait pemerintahan periode kedua Jokowi. Hasto menyampaikan, terkait jatah kursi, bukan berbicara persentase. "Tapi bicara mana anak bangsa yang punya kemampuan menjadi pendamping Pak Jokowi dalam menjalankan visi-misi presiden. Jadi, bukan bicara persentase," tukasnya.
Senada dengan para politisi PDI-Perjuangan lainnya, mereka meminta presiden terpilih Jokowi tidak terlalu mengakomodasi kepentingan partai di luar Koalisi Indonesia Kerja (KIK). Misalnya, politikus PDIP Effendi Simbolon mengatakan, menjadi parpol itu harus konsisten.
"Konsistenlah jadi parpol itu. Kalau sudah beda visi, berlawanan, konsisten jadi oposisi. Karena itu. kami meminta Pak Jokowi nggak usah terlalu mengakomodirlah kepentingan oposisi. Jalan saja," tandas Effendi.