Maraknya angkutan berbasis online mulai berdampak pada eksistensi angkutan umum perkotaan maupun pedesaan. Pasalnya, beberapa tahun terakhir, masyarakat mulai beralih dari mode transportasi umum konvensional ke transportasi yang memanfaatkan teknologi telekomunikasi.
Akibatnya, jumlah transportasi umum, baik angkutan kota (angkot) maupun angkutan desa (angkutan), terus berkurang. Berdasarkan data Dinas Perhubungan (Dishub) Kabupaten Blitar, awal tahun 2000, jumlah angkutan umum mencapai 80 unit. Kini menyisakan sekitar 23 unit.
"Sisanya hanya sekitar 23 unit dan sampai kini jumlah angkutan umum masih beroperasi tidak lebih dari 10 unit,” ungkap Kepala Dinas Perhubungan Pemkab Blitar Toha Mashuri.
Dia menjelaskan, merosotnya jumlah angkutan umum yang beroperasi tidak lepas dari menurunnya jumlah penumpang. Jumlah penumpang menurun disebabkan beberapa faktor. Antara lain banyak warga sudah memiliki kendaraan, baik roda empat maupun roda dua, sehingga lebih memilih naik kendaraan sendiri ketimbang angkutan umum.
“Faktor lain di antaranya masyarakat lebih memilih angkutan online. Lebih praktis dan selalu ada kapan pun,” imbuhnya.
Di sisi lain, berkurangnya jumlah angkutan umum berdampak pada salah satu pemasukan pendapatan asli daerah (PAD) di Dinas Perhubungan.
Menurut Toha, berkurangnya jumlah armada angkutan umum tidak hanya di Kabupaten Blitar, melainkan juga terjadi hampir di seluruh daerah di Jawa Timur maupun provinsi lain. “Otomatis, PAD di sektor izin trayek angkutan umum akan berkurang seiring berkurangnya jumlah angkutan umum,” ungkapnya.