Jatim Times Network Logo
Agama Ekonomi Gaya Hukum dan Kriminalitas Kesehatan Kuliner Olahraga Opini Otomotif Pemerintahan Pendidikan Peristiwa Politik Profil Ruang Mahasiswa Ruang Sastra Selebriti Tekno Transportasi Wisata
Pendidikan

Moms! Simak Cara Mengendalikan Emosi saat Anak Nakal dari Pakarnya

Penulis : Imarotul Izzah - Editor : Yunan Helmy

30 - Mar - 2019, 20:27

Placeholder
Foto ilustrasi (ist)

Dalam mendidik anak, pasti ada saat di mana anak nakal dan susah diatur. Di saat saat seperti ini, sangat penting bagi orang tua untuk tidak emosi dan memperlakukan anak secara kasar.

Untuk itu, orang tua harus mahir dalam mengendalikan emosi. Banyak cara yang bisa digunakan orangtua agar bisa mengendalikan emosi saat  menghadapi kenakalan anak.

Di antaranya, pertama, orang tua itu harus meluruskan pola pikirnya. Apakah benar anak itu nakal atau hanya menunjukkan adanya kreativitas dalam berpikir. 

Hal ini dijelaskan oleh Pakar Psikologi Perkembangan Anak dan Keluarga Dr. Elok Halimatus Sadiyah, M.Si.

"Kadang-kadang kita menganggap anak kita itu nakal ketika dia memiliki perbedaan pendapat dengan kita, padahal itu sama sekali tidak melanggar aturan atau norma apapun," ujar Dosen Psikologi Perkembangan UIN Maulana Malik Ibrahim tersebut.

Akan ada perbedaan reaksi orangtua tatkala dia menganggap anaknya nakal dengan saat orang tua menganggap anaknya sedang berkreasi. Orang tua cenderung akan bertindak keras saat menganggap anaknya nakal.

Sedangkan, saat orang tua menganggap anaknya sedang berkreasi maka orang tua akan cenderung akan berusaha memahami, mengawal, dan membimbing. 

Untuk itu, orang tua perlu berpikir ulang, apakah yang dilakukan anaknya termasuk kenakalan atau bukan. Kenakalan itu, menurut Elok, apabila melanggar norma dan aturan.

Langkah ini diperlukan terutama kepada orang tua yang yang memiliki anak remaja atau anak yang menjelang remaja. Dari berbagai fase perkembangan manusia, konflik paling banyak terjadi antara orang tua dengan anak saat anak memasuki masa remaja, terutama ABG. 

"Hal ini dikarenakan secara kognitif, perkembangan intelektualnya mengalami perubahan dan semakin kritis. Dia juga mulai punya konsep ideal tentang berbagai hal dalam hidupnya, misalnya konsep ideal tentang bagaimana seharusnya orangtua yang ideal, sekolah yang ideal, teman yang ideal, dan lain lain. Konsep ideal tentang berbagai hal itu seringkali tidak sama dengan konsep ideal orang tuanya. Konsep ideal remaja cenderung kaku. Dan hal ini lah yang cenderung menimbulkan konflik antara orang tua dan ABG nya," terang Elok. 

"Ketika mulai kritis seperti itu, antara dia dan orang tua seringkali menimbulkan konflik. Makanya menurut saya ketika kita memiliki anak pra remaja atau mulai menginjak remaja, mindset tentang apa yang dianggap kenakalan dan tidak itu harus jelas, batasan perilaku harus jelas. Mana yang boleh, mana yang masih bisa dinego, mana yang jelas tidak boleh," terangnya lebih lanjut.

Dikatakan oleh perempuan yang juga menjabat sebagai Wakil Dekan bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama UIN Malang tersebut, kalau hanya sekadar perbedaan pendapat, namun tidak melanggar aturan dan norma yang berlaku maka orang tua tidak bisa menganggap itu sebagai sebuah kenakalan. 

Lebih lanjut dijelaskan Elok, seringkali orang tua fokus pada kesalahan-kesalahan kecil anak yang kemudian membuatnya marah. Padahal, si anak tidak melakukan kesalahan-kesalahan besar.

"Padahal kesalahan-kesalahan kecil anak itu  adalah bagian dari proses dia menjalani kedewasaan, belajar memahami tentang yang pantas dan kurang pantas, belajar mengelola perilakunya. Hal itu menjadi  bagian dari proses-proses hidup yang harus dipahami secara praktis," ungkapnya.

"Kita  harus memberikan anak peluang untuk berproses dalam hidup ini," imbuh Elok.

Kesalahan besar sendiri, dicontohkan Elok yakni seperti anak mulai merokok (karena seringkali merokok adalah entry point dari narkoba), menggunakan narkoba, seks bebas, dan lain sebagainya.

"Yang ini kadang-kadang akhirnya malah tidak terdetect oleh orang tua karena dia fokus pada kesalahan-kesalahan kecil anak," imbuhnya.

Ditegaskan Elok, menjadi orang tua memang harus sabar. Orang tua harus memiliki cara untuk bisa mengendalikan emosinya.

Masing masing orangtua bisa memiliki cara yang berbeda dalam mengendalikan emosinya. Perlu bagi setiap orangtua untuk memahami perkembang anaknya dan strategi mengasuh nya secara tepat. 

Lebih lanjut Elok menjelaskan, apabila anak melakukan kesalahan, hukuman fisik sangat tidak dianjurkan. Sebab, itu hanya akan menimbulkan bekas luka batin pada anak sementara tujuan dari hukuman itu sendiri tidak tercapai.

"Belum tentu nanti tujuan orang tua untuk mendisiplinkan anak berhasil. Tapi pasti anak akan sakit hati, anak akan marah bahkan dendam. Anak mungkin takut dan nampak patuh kepada orang tua tapi hanya ketika ada orang tuanya. Ketika tidak ada orang tua bisa jadi akan berperilaku yang ga karu-karuan sebagai pelampiasan emosi negatif yang dia rasakan," paparnya.

Yang terpenting di zaman sekarang, orang tua perlu membangun ikatan yang baik dengan anak. Ikatan ini harus dibangun sejak anak-anak masih sangat kecil.

Hubungan antara orang tua dan anak sudah harus dibina dengan sangat baik. Hal ini akan memudahkan komunikasi yang terjalin diantara mereka terutama saat anak sedang dilanda masalah. 

Apabila ada problem, orang tua juga harus berusaha memahami dari sudut pandang anak dan menghargai keberadaan anak. Ini akam membuat orangtua bisa lebih positif dalam melihat perilaku anak dan menerapkan pola asuh yang membimbing. Disarankan pula membuat peraturan yang juga melibatkan anak.

"Ketika ada persoalan-persoalan yang kita anggap sebagai sebuah kenakalan, akan  lebih baik kalau anak diajak berdialog.  Orangtua menjelaskan dan mengajak anak berpikir serta memahami tentang apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan  beserta alasannya. Kemudian dibuat peraturan  yang juga melibatkan anak, dibuat pula kesepakatan mengenai sanksinya," terangnya.

Jadi, terdapat dialog antara orang tua dan anak. Hal ini akan membuat anak semakin kritis, dan belajar mengambil keputusan dalam hidup," imbuhnya. 

Ketika anak dilibatkan dalam mengambil keputusan-keputusan seperti itu, dinyatakan Elok, anak akan jauh lebih patuh pada aturan dibandingkan dengan aturan yang hanya dibuat oleh orang tua.

"Jadi anak merasa seperti win win solution. Dan anak akan sangat merasa dihargai ketika orang tua mau berdialog dengan dia," pungkasnya.


Topik

Pendidikan



JatimTimes Media Terverifikasi Dewan Pers

UPDATE BERITA JATIM TIMES NETWORK

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari JatimTIMES.com dengan klik Langganan Google News Jatimtimes atau bisa menginstall aplikasi Jatim Times News melalui Tombol Berikut :


Penulis

Imarotul Izzah

Editor

Yunan Helmy