Kini, media sosial berkembang atau sengaja dikembangkan seolah sebagai agama. Masyarakat cenderung mengaca pada media sosial, layaknya ajaran agama itu. Apabila diperhatikan, media sosial telah tumbuh dan sangat menentukan sikap dan perilaku masyarakat milenial.
Hal ini dinyatakan oleh pakar komunikasi yang juga dosen Program Studi (Prodi) Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Nurudin MSi. Pandangam itu diulas dalam bukunya yang terbaru berjudul "Media Sosial: Agama Baru Masyarakat Milenial".
"Padahal sebagian pesan media sosial, perlu diyakini sebagai sebuah kebohongan yang dilegalkan,” ucapnya.
Hal ini bisa dilihat dari berbagai dampak carut-marut pesan media sosial. Tidak hanya hoaks, namun juga suasana saling membenci, mencaci, dan menghujat antarsesama. Menurut pria yang pernah mendapat penghargaan sebagai ketua prodi terbaik dari Kopertis Jawa Timur ini, media sosial nyata telah mengancam disintegrasi bangsa.
“Melihat perkembangannya, media sosial nyata telah mengancam disintegrasi bangsa. Media sosial telah menciptakan komunikasi di masyarakat berjalan dengan tidak tulus,” tandasnya.
Menurut Nurudin, masyarakat kini tengah dimabuk dan dimudahkan dengan teknologi. Mereka kebanyakan menyebar berita, bukan berdasarkan benar-salahnya, melainkan sesuai dengan kecenderungan dirinya. Untuk itu, penyebaran hoaks bisa dulakukan oleh siapa pun.
“Otak kita sering kalah cepat dari jempol kita. Apalagi di tengah situasi politik saat ini, tidak bisa dipungkiri hoaks menjadi sangat politis,” tandasnya.
Media sosial menjadi lahan paling subur penyebaran hoaks. Sementara di media mainstream, hoaks dapat ditekan karena sistem kemediaan yang dituntut profesional.
“Mereka punya karyawan, punya pembaca, punya penonton, sehingga kalau menyebar hoaks, ya, mesti hati-hati. Kalau tidak, akan diingatkan oleh aparat hukum. Konsekuensi terberatnya, media itu bakal bubar,” papar pria berkumis yang telah menerbitkan belasan buku ini.
Jadi, hoaks biasanya disebarkan oleh aktor individual. Jika terindikasi akun yang dikelolanya terbukti melakukan aksi penyebaran hoaks, biasanya tinggal menghapus akun.
"Masalahnya di mana pun dan kapan pun, hemat saya media itu lebih banyak menginduk kepada penguasa. Kita tidak usah mengkritik fenomena sekarang, memang sejak dulu sudah seperti itu,” imbuhnya.
Nurudin sendiri sebagai akademisi selalu menekankan kepada siapa pun untuk selalu melek media dalan setiap perkuliahan, pergaulan dan diskusi. Melek media yakni kita sadar bahwa media selalu punya dampak negatif. Kalau sudah sadar, orang cenderung akan berhati-hati.
“Beberapa kali kami lakukan kegiatan literasi media ke SMP-SMA yang menurut kami jadi sasaran empuk hoaks. Meskipun disadari, menangkal penyebaran hoaks itu sangat sulit,” pungkasnya.