Dua sisi plengsengan dibongkar dan saluran irigasi di Desa/Kecamatan Ngantru diubah warga menjadi sebuah underpass (jalan pintas). Hal ini terjadi karena warga kehilangan cara untuk melintas di atas rel kereta api sebulan terakhir akibat pihak PT KAI menutup puluhan jalur tikus di Tulungagung.
"Mau berputar jauh, lebih baik lewat sini lebih cepat," kata Juli pengguna jalan pintas yang kebetulan lewat.
Setelah digali, saluran air ini akhirnya menjadi jalur utama yang dipakai warga, untuk melintasi rel kereta api Tulungagung-Kediri yang membelah desa ini. Beton plengsengan yang sebelumnya ada juga turut dibongkar di kedua ujungnya, untuk dibuat jalan menurun.
"Jalan ini sudah dibuat sekitar satu minggu lebih," tambahnya.
Sebelum ada jalan itu, warga menggunakan jalur tikus yang langsung melintas di atas rel. Namun jalur ini ditutup alasan kesemalatan, warga tidak lagi bisa melintas. Akhirnya saluran irigasi ini yang dikorbankan dan dijadikan jalan, tepat di bawah rel. Jalur itu cukup vital yakni menghubungkan dua desa yaitu Desa Batokan dan Desa Ngantru.
“Setelah ditutup oleh PT KAI warga bingung karena harus memutar. Apalagi petani seperti saya, kalau mau ke sawah jadi kejauhan,” ucap Mujianto (62), saat ditemui di sawahnya yang tidak jauh dari lokasi.
Sebelum diubah menjadi underpass, saluran irigasi ini mengalirkan air dari arah timur (Desa Ngantru) ke barat (Desa Batokan), tapi sudah lama air tidak mengalir, karena jarang hujan dan mulai masuk musim kemarau.
“Jika hujan tiap hari dan banyak airnya jalan ini tidak bisa digunakan lagi. Soalnya selama jalan ini digunakan belum pernah ada air,” tambah Mujiono.
Jalur underpass buatan warga ini jika pagi banyak dilewati siswa SMPN 1 Ngantru yang lokasi sekolahnya dekat dengan jalan pintas tersebut.
Untuk melintas, pengguna jalan harus ekstra hati-hati karena ketinggian underpass ini hanya sekitar 1,5 meter. Pengguna jalan dari kedua arah juga harus bergantian.