Terungkapnya jaringan pemalsu vaksin bagi balita, membuat orang tua Griselda, balita 11 bulan, melapor ke Polres Jember.
Laporan ini menyusul pembengkakan atau abses yang diterita balita tersebut selama 5 bulan paska imunisasi di Posyandu di desanya.
“Satu bulan setelah menjalani imunisasi, putri saya mengalami bengkak di paha kiri, persis di tempat bekas suntikan. Imunasisi itu dilakukan pada 4 Februari 2016,” kata Laurissa, ibunda Griselda, kepada sejumlah wartawan, Sabtu (25/6/2016).
Kendati demikian, warga Dusun Krajan, Desa Klatakan, Kecamatan Tanggul ini menduga, anaknya menjadi korban mal praktek, bukan karena vaksin palsu.
Karena saat imunisasi, yang meninjeksi balitanya bukan bidan desa seperti biasanya, melainkan pembantu bidan.
“Tapi anehnya, kami tak pernah diberi tahu siapa yang menyuntik anak saya. Bahkan, pihak Puskesmas Klatakan juga menutup-nutupi,” ujarnya.
Laurissa menambahkan, dugaan mal praktek itu dikuatkan dengan sejumlah keterangan dari tenaga medis lainnya yang menyebutkan jika bengkak itu timbul akibat imunisasi.
“Sayangnya, penjelasan itu datang dari petuga medis yang lain. Sedangkan pihak puskesmas tak pernah memberi penjelasan apapun,” imbuhnya.
Upaya kekeluargaan untuk meminta pertanggung jawaban telah ia lakukan. Namun, usaha itu tak membuahkan hasil. Pihak puskesmas enggan menanggung pembiayaan pengobatan anaknya, yang mencapai Rp 8 juta.
“Karena jalan satu-satunya harus dioperasi. Dan itu membutuhkan biaya yang cukup besar,” jelas Laurissa.
Karena tak kunjung ada pertanggung jawaban itu, maka pihaknya berupaya menempuh jalur hukum. Perempuan ini pun berharap, laporannya mendapat respon dari aparat. Sehingga dia mendapat keadilan.
“Selain itu, agar petugas medis tak ceroboh. Sehingga tak kembali terjadi kasus serupa seperti yang menimpa anak saya,” harapnya. (*)