Jatim Times Network Logo
Agama Ekonomi Gaya Hukum dan Kriminalitas Kesehatan Kuliner Olahraga Opini Otomotif Pemerintahan Pendidikan Peristiwa Politik Profil Ruang Mahasiswa Ruang Sastra Selebriti Tekno Transportasi Wisata
Peristiwa

Terungkap, Sejarah Mengerikan Pembantaian di Hari Valentine

Penulis : Ronny Wicaksono - Editor : Lazuardi Firdaus

14 - Feb - 2016, 17:30

Placeholder
Pembantaian di Hari Valentine akhirnya mulai terungkap (Foto: history)

Hari Valentine yang jatuh pada 14 Februari dikenal sebagai hari kasih sayang di beberapa belahan dunia, namun tahukah Anda jika tanggal ini juga menyimpan lembaran kelam sejarah, bahkan bisa dibilang mengerikan?

Adalah 14 Februari 1929 yang dicatat sejarah sebagai Pembantaian Hari Valentine atau The St Valentine’s Day Massacre. Saat itulah puncak perang gangster antara Al Capone dan Bugs Moran meledak dan menewaskan tujuh orang secara tragis.

Perseteruan Moran dan Capone mewarnai era 1920-an saat keduanya memperebutkan kendali kejahatan dan perbudakan di Chicago. Setelah sama-sama selamat dari beberapa percobaan pembunuhan, perang dua gangster tersebut dipuncaki dengan penawaran hadiah 50 ribu dolar AS untuk kepala Capone.

Scarface - julukan Capone, kemudian menitahkan gang Moran dihabisi. Dan pada 14 Februari, empat orang yang berpakaian sebagai polisi menyerbu markas Moran di North Clark Street, Chicago. Mereka menjajarkan tujuh anak buah Moran yang tengah menanti kiriman wiski dan menembakinya hingga menemui ajal.

valentine-massacre-newstJgaj.jpg

Moran sendiri selamat karena terlambat datang dan melihat polisi masuk gudangnya. Ia menunggu di luar area dan berpikir pasukannya tengah ditahan, padahal mereka tengah dibantai oleh para polisi gadungan tersebut - termasuk di dalamnya pembunuh terbaik Moran, Frank dan Pete Gusenberg.

Pembantaian itu terbukti merupakan konfrontasi terakhir Capone dan Moran. Capone dipenjara pada 1931, sementara Moran kehilangan banyak anak buah sehingga ia tak bisa lagi mengendalikan daerahnya. Moran akhirnya terjun ke pencurian kelas teri sebelum dipenjara pada 1946 dan tewas karena kanker paru-paru di penjara Federal pada 1957.

Tak hanya pada 1929, pada tanggal yang sama tujuh tahun kemudian, Jack McGurn, salah satu jagal pembantaian tersebut ditembak dengan senapan mesin di arena boling yang ramai. Pembunuhnya sendiri tak terungkap, namun diduga Moran adalah pelakunya.

Dan setelah lebih dari delapan dekade, baru-baru ini terungkap detail mengerikan dari pembantaian tersebut. Ditulis tangan, hasil otopsi tujuh anak buah Moran itu berhasil diperoleh James Sledge, pejabat kantor pemeriksa keseharan Cook County yang asli Chicago dan juga pecinta sejarah lokal.

Sledge mengaku merinding ketika kali pertama membaca dokumen yang menjelaskan dengan rinci penyerangan di garasi Lincoln Park tersebut. Pembantaian yang menyisakan 160 selongsong peluru di lokasi itu, menewaskan lima anak buah Moran, satu dokter mata rekanan gang Moran serta seorang mekanik.

"Laporan itu sangat jelas menggambarkan apa yang terjadi. Anda membaca sejarahnya, membicarakannya, namun memegangnya langsung - itu memberi Anda perasaan yang aneh," tutur Sledge pada Chicago Sun-Times yang mempublikasikan ceritanya Kamis (11/2/2016).

valentine-massacre-act5zfm.jpg

Dokumen itu sendiri merupakan salah satu gambaran sulitnya investigasi yang berusia 87 tahun tersebut. Maklum, kala itu banyak saksi yang begitu takut untuk memberikan keterangan. Selain itu investigasi juga dihadapkan pada minimnya pengetahuan forensik serta fotografer yang bersedia mengabadikannya.

Dokumen tersebut saat ini berada di tangan kantor pemeriksa kesehatan Cook County yang masih memutuskan bagaimana menunjukkannya pada publik, sekaligus menjaga kondisinya. (*)


Topik

Peristiwa Hari-Valentine Al-Capone Bugs-Moran



JatimTimes Media Terverifikasi Dewan Pers

UPDATE BERITA JATIM TIMES NETWORK

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari JatimTIMES.com dengan klik Langganan Google News Jatimtimes atau bisa menginstall aplikasi Jatim Times News melalui Tombol Berikut :


Penulis

Ronny Wicaksono

Editor

Lazuardi Firdaus