Lembaga Sensor Film (LSF) mengajak masyarakat untuk menerapkan sensor mandiri untuk memfilter konten-konten yang tidak pantas dari media televisi maupun film bagi keluarga. Karena LSF tidak mungkin melakukan sensor secara keseluruhan tanpa peran dari masyarakat itu sendiri.
Menurut Ketua Komisi III LSF, Mukhlis Paeni, sensor mandiri ini mengajak masyarakat untuk menjadi filter terhadap keluarganya untuk tayangan-tayangan mana yang layak dan mana yang tidak layak untuk ditonton. “Untuk itu, masyarakat harus diajak berperan serta utamanya untuk lingkungan rumah dan lingkungan sekitar keluarga, anak-anak dan cucu-cucunya,” kata Mukhlis Paeni, Rabu (26/6/19).
Ditemui usai dialog bertema ‘Meningkatkan Peran Masyarakat Dalam Budaya Sensor Mandiri’, Mukhlis menyatakan, upaya untuk menanamkan sensor mandiri ini juga dilakukan dengan cara mengajak masyarakat atau komunitas-komunitas film untuk memulai dari awal yakni saat akan membuat film.
“Ketika membuat atau mengangkat satu konten di dalam penciptaan film sudah menyadari apa yang layak dan tidak layak untuk dimuat dalam film,” tandasnya.
LSF, lanjut Dia, saat ini juga sedang mencoba meyakinkan negara bahwa negara tidak hanya harus melarang ini dan itu saja. Negara, kata Dia, juga harus full turun tangan. Kalau memang tidak dibolehkan ini, apa yang dibolehkan. Kalau yang dibolehkan itu apa yang dipakai untuk menciptakan yang dibolehkan itu.
Masyarakat dan komunitas-komunitas film yang ada di daerah diminta untuk mengangkat konten lokal dalam film yang dibuat di daerah. Sehingga nuansa budaya yang ada di berbagai daerah itu bisa dimunculkan. Sebab, sekarang ini film sudah menjadi media pembelajaran di sekolah.
“Sekarang harus diakui kesadaran untuk membaca seperti generasi lampau sudah berkurang. Media maya lebih berperan sebagai satu media transformasi,” terangnya.
Dia menyebut, pada prinsipnya semua film yang masuk ke LSF diloloskan kecuali yang dilarang. Konten yang dilarang ada di dalam undang-undang. LSF membuka ruang dialog untuk merevisi konten yang tidak sesuai. Karena LSF menyadari membuat film bukan sesuatu yang gampang dan murah.
“Harapan ke depan, kita tidak hanya meminta untuk menciptakan film yang baik yang bernas. Tapi juga penonton yang cerdas. Penonton yang cerdas belum kita ciptakan,” katanya.
Dia menambahkan, media internet seperti Youtube, Google, saat ini sudah berangsur-berangsur menyensorkan konten-kontennya ke LSF. Karena pengelola memang dituntut oleh Undang-undang untuk melakukan hal itu.